Tapanuli Selatan, IDN Times - Eksplorasi hasil bumi dan konservasi ibarat dua kutub berlawanan. Jika ingin eksplorasi, maka kemungkinan besar merusak konservasi di sekitarnya. Sebaliknya, jika ingin mempertahankan konservasi maka segala macam hal yang berkaitan dengan eksplorasi harus dijauhkan. Bak air dan minyak, tak bisa diletakkan pada wadah yang sama.
Namun hasil orkestra para ilmuwan dan akademisi, Eksplorasi dan Konservasi di PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola tambang emas di Batangtoru, Tapanuli Selatan berjalan seirama. 'Tim Orkestra' itu diberi nama Biodiversity Advisory Panel atau disingkat BAP. Di Sumatera Utara, satu-satunya perusahaan tambang yang memiliki BAP adalah PTAR.
Dibentuk pada tahun 2019, BAP terdiri dari akademisi kampus ternama Indonesia: Rondang Siregar (IPB), Dr Sri Suci Utami Atmoko (UNAS), Dr Puji Rianti (IPB), dan Dr Onrizal (USU). Mereka bertugas untuk memberikan rekomendasi agar kegiatan eksplorasi dan konservasi di Batangtoru bisa beriringan. Salah satu rekomendasi yang memberikan dampak besar adalah membuat kawasan konservasi di area eksplorasi tambang.
Onrizal menjelaskan tambang Emas Martabe berada di dalam Ekosistem Batangtoru yang kaya akan flora dan fauna endemik. Ekosistem Batangtoru bahkan menjadi rumah bagi fauna langka dan species kunci yang terancam punah. Harimau, Tapir, Beruang Madu, dan Orangutan Tapanuli yang merupakan satwa endemik di dalam ekosistem Batangtoru. Serta jadi rumah bagi flora langka yang terancam punah seperti Shorea platycarpa, Nepenthes, Aqularia, Shorea, hingga pohon kemenyan (dryobalanops aromatica). Sehingga akan sangat penting memiliki kawasan konservasi di dalam area eksplorasi.
"Jika eksplorasi tidak memerhatikan konservasi keanekaragaman hayati, maka nanti anak-anak cucu kita gak akan bisa lagi lihat Orangutan Tapanuli, Harimau Sumatra, Tapir, Beruang Madu dan Flora langka di dalamnya," ujar Onrizal salah satu anggota tim Biodiversity Advisory Panel saat acara Media Capacity di Samosir beberapa waktu lalu.
Pria yang akrab disapa Oni ini menjelaskan era bisnis modern kini makin berkembang. Perusahaan semakin didorong mengadopsi pendekatan berkelanjutan untuk memastikan bahwa kegiatan operasional tidak hanya menguntungkan secara finansial tetapi juga memberikan dampak positif pada lingkungan, masyarakat, dan tata kelola perusahaan. Salah satu konsep yang makin mendapat perhatian adalah ESG, singkatan dari Environmental (Lingkungan), Social (Sosial), dan Governance (Tata Kelola).
ESG, kata Oni, memiliki peranan penting sebagai itikad baik perusahaan terhadap upaya menjaga keberlangsungan lingkungan yang sehat. Salah satu upaya PTAR untuk menerapkan ESG adalah membentuk tim Biodiversity Advisory Panel (BAP) pada tahun 2019. Bertugas secara independen untuk mengindentifikasi, memetakan, dan memitigasi risiko terhadap keanekaragaman hayati. Salah satunya melakukan survei tentang orangutan dan tentang langkah-langkah mitigasi yang tepat untuk meminimalkan dampak pada spesies kunci dan membuat kawasan konservasi di area tambang.
"PTAR juga telah melakukan pekerjaan yang cukup besar dalam kaitannya dengan inisiatif konservasi untuk melindungi orangutan Tapanuli di ekosistem Batangtoru yang lebih luas dan sedang mengerjakan program potensial untuk mengimbangi dampak yang tidak dapat dihindari atau dikurangi. Jadi kalau kita lihat, apa yang dilakukan PTAR sudah melebihi dari apa yang sudah dipersyaratkan pemerintah, BAP gak ada diatur tapi dibuat oleh PTAR,” bebernya.
Dilihat lebih juah, Tambang Emas Martabe yang dikelola oleh PTAR berada di dalam Ekosistem Batangtoru. Tidak hanya Tapanuli Selatan, Ekosistem Batangtoru juga mencakup Tapanuli Utar, dan Tapanuli Tengah. Ekosistem ini terdiri dari 3 bagian: Genetic Diversity, Species Diversity, dan Ecosystem Diversity.
Tipe hutannya sangat kompleks, jenis pohon dan tumbuhannya sangat tinggi dengan kelangkaan yang tinggi juga. Keanekaragaan fauna juga sangat tinggi bahkan memiliki spesian primata yang paling tinggi dibanding hutan yang lain di Sumut. Serta jadi rumah bagi flora langka yang terancam punah. Artinya kini Ekosistem Batangtoru tempat PTAR beroperasi menjadi rumah bagi fauna langka dan species kunci yang terancam punah.
Sehingga, menurut Oni, treatment PTAR untuk lingkungan tidak bisa disamakan dengan tambang lain, butuh treatment dan inisiatif khusus untuk mempertahankan ekosistem Batangtoru tanpa menghambat operasional tambang. Salah inisiatif terbaru yang ditelurkan PTAR adalah membangun Stasiun Riset Keanekaragaman Hayati.
"Ini satu-satunya di Indonesia. Ini bentuk tanggung jawab PTAR menjaga keanekaragaman hayati dan untuk menjaganya memerlukan data. Ini lah fungsi Stasiun riset yang didirikan Sejak Januari 2025 sudah diresmikan," jelas Oni.
Sebagai Informasi, luas Kontrak Karya PTAR sejak 1997 adalah seluas 6.560 Km2 atau 656.000 Ha, kemudian berkurang menjadi 130.252 Ha. Dengan batas luas AMDAL 4.000 Ha. Area yang telah dibuka untuk Pit dan Fasilitas Pendukung per Desember 2024 adalah 600 ha atau 15 persen dari AMDAL dan hanya 0,46 persen dari Kontrak Karya. Sampai tahun 2034/2035, luas operasional diperkirakan mencapai 918 Ha atau 22,95 persen dari Kontrak Karya.
Pusat riset, menurut Dosen Fakultas Kehutanan USU ini akan sangat membantu mengembalikan ke ekosistem awal jika PTAR berhenti beroperasi pada 2035. Sejak awal membuka tambang, pohon di hutan Batangtoru sebagian diambil dan dikembangbiakkan di pusat pembibitan (Nursery) PTAR untuk mewujudkan living of harmony. Jadi tambang tidak merusak habibat asli flora dan fauna.
Jika flora dikembangbiakkan di nursery, maka fauna diberlakukan dengan cara berbeda. Alih-alih ditangkap, fauna dibiarkan berkembang biak sendiri dan dirancang agar operasional tambang tidak membuat mereka terjebak atau terisolasi sehingga meminimalisir risiko kematian. Kemudian dibangun Canopy Bridge atau jembatan arboreal antar koridor sebagai jalur lalu lintas agar primata tidak terisolasi.
"Jadi ketika nanti Kawasan tambang PTAR direklamasi, habitat pohonnya, floranya kembali seperti semula, dan fauna akan kembali lagi ke situ. Itu fungsinya Research Stasion," jelasnya.
IDN Times mencoba melakukan observasi langsung di Hutan Batangtoru selama satu pekan pada pertengahan 2025, dua hari di Tapanuli Tengah dan lima hari di Tapanuli Selatan. Hasilnya melihat langsung orangutan tapanuli, gibon, rangkong, dan fauna lainnya.
Superintendent Environmental Site Support PTAR, Syaiful Anwar menyebutkan pada prinsipnya dalam operasional tambang ada hulu ke hilir. Dari semua proses ini diperhatikan kondisi alam, air, udara, tanah dan lain sebagainya. PTAR bertugas melakukan improvement untuk menjaga ini semua untuk mencegah pencemaran air dan memiliki kebijakan menjaga keanekaragaman hayati untuk menjaga flora dan fauna.
Untuk mewujudkan program biodiversity hasil rekomendasi BAP, PTAR rutin melakukan monitoring area. Jika ditemukan ditemukan spesies kunci maka tidak akan dilakukan eksplorasi. Kalau tidak ditemukan satwa maka dilakukan border clearing sehingga tidak melukai satwa saat melakukan eksplorasi.
"Arboreal bridge ini fungsinya mencegah terjadinya accident dan satwa tidak terisolasi. Dari hasil pemantauan kami selama ini, banyak satwa melintas di jembatan Arboreal, ada monyet ekor panjang, monyet ekor pendek, musang akar dan lain sebagainya. Apa yang dilakukan PTAR sebagai upaya untuk menghindari kerusakan habitat," jelasnya.
Teranyar pada Oktober lalu, PTAR mengumumkan komitmen terhadap konservasi keanekaragaman hayati di dalam kawasan ekosistem Batangtoru dalam IUCN World Conservation Congress 2025 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Wakil Presiden Direktur PTAR, Ruli Tanio yang jadi pembicara pada acara tersebut menjelaskan strategi Perusahaan melampaui sekadar pemenuhan regulasi, untuk mencapai dampak positif bersih (net positive impact) terhadap keanekaragaman hayati melalui dua inisiatif tata guna lahan berskala bentang alam.
Pertama, refugia di dalam konsesi tambang. PTAR secara resmi menetapkan sekitar 2.000 hektare wilayah dalam Kontrak Karya (CoW) sebagai kawasan biodiversity refugia yang dikelola secara aktif dan jangka panjang. Area ini berfungsi sebagai zona penyangga penting dan koridor strategis ekologis utama untuk mendukung keberlangsungan dan pergerakan satwa liar, termasuk spesies primata kunci di kawasan tersebut.
Kedua, proyek offset keanekaragaman hayati berskala besar. Perusahaan juga berkomitmen mengembangkan proyek biodiversity offset berskala besar di luar area operasi tambang. Proyek kompensasi ini, yang diperkirakan mencakup sekitar 3.700 hektare, merupakan implementasi tahap akhir dari hierarki mitigasi internasional, dirancang untuk mengimbangi dampak keanekaragaman hayati yang tidak dapat dihindarkan dengan melindungi dan memulihkan kawasan yang lebih luas dan bernilai ekologis tinggi.
“Komitmen kami melampaui batas operasional tambang. Dengan menetapkan 2.000 hektare area di dalam konsesi sebagai refugia yang dikelola, serta mengembangkan proyek offset berskala besar, kami memastikan perlindungan jangka panjang bagi ekosistem Batang Toru. Langkah ini merupakan upaya ilmiah dan strategis untuk memberikan dampak positif bersih terhadap keanekaragaman hayati,” ujar Ruli Tanio.