Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
-
Petugas Brimob Polda Sumut menenteng laras panjang saat pengamanan unjuk rasa ricuh di DPRD Sumut, Selasa (26/8/2025). (SH for IDN Times)

Jakarta, IDN Times – Instruksi Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan aparat menindak tegas demonstran “anarkis” menuai sorotan. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai langkah tersebut tidak sensitif dengan kondisi yang terjadi, khususnya setelah jatuhnya korban jiwa dalam aksi protes sepekan terakhir.

Dalam keterangan resminya, PSHK menegaskan bahwa demonstrasi adalah hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU No. 9 Tahun 1998. Karena itu, Presiden seharusnya mengevaluasi kinerja aparat, bukan menyalahkan rakyat yang menyuarakan pendapatnya.

1. Demonstrasi dijamin konstitusi, aparat justru gunakan kekerasan berlebih

Polisi bersiaga di balik tameng saat pengamanan unjuk rasa di depan DPRD Sumut, Selasa (26/8/2025). (SH for IDN Times)

PSHK menekankan bahwa unjuk rasa adalah wujud kebebasan berpendapat yang dijamin Pasal 28E UUD 1945. Namun, praktik di lapangan menunjukkan aparat menggunakan kekuatan berlebih (excessive use of force). Hal ini terlihat dari tewasnya seorang peserta aksi, Affan Kurniawan.

“Narasi ‘demonstrasi anarkis’ dan instruksi Presiden untuk menindak tegas peserta aksi adalah kekeliruan yang fatal,” tegas PSHK dalam keterangan itu.

2. Kehadiran TNI di jalanan dinilai keliru

Massa aksi menggeruduk Gedung DPR RI sejak pukul 15.00 WIB pada Jumat (29/8/2025). (IDN Times/Amir Faisol)

Menurut PSHK, pelibatan TNI dalam pengamanan aksi menyalahi aturan. TNI memiliki fungsi menjaga pertahanan negara, bukan keamanan dalam negeri. Kehadiran pasukan militer di jalanan justru memperkuat kesan adanya militerisasi yang berpotensi mengancam keselamatan warga sipil.

“TNI harus menahan diri untuk tidak mengambil panggung dari situasi krisis saat ini,” tulis PSHK.

3. PSHK desak Presiden dan DPR ambil langkah tegas

Aksi unjuk rasa di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat meluas. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

PSHK mendesak Presiden segera memberhentikan Kapolri Listyo Sigit Prabowo karena dinilai gagal mengamankan demonstrasi. Selain itu, Panglima TNI diminta menarik pasukan kembali ke barak, dan DPR didesak mengevaluasi anggotanya yang memancing amarah publik.

PSHK juga meminta Presiden Prabowo menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada rakyat Indonesia. “DPR harus membatalkan kenaikan tunjangan sebagai bentuk empati atas kondisi sulit masyarakat,” tambah PSHK.

Editorial Team