IDN Times/Patiar Manurung
Robert, juga selaku Ketua Forum Das Asahan Toba ini menjelaskan, jauh sebelum terbitnya Perpres RI no 49/2016 tentang BOPKPDT atau yang sering disebut BPODT, sudah banyak lembaga telah memprakarsai pemikiran tentang layaknya Danau Toba dikembangkan sebagai destinasi pariwisata nasional. Tidak mudah menerima masukan yang diprakarsai beragama pihak seperti halnya dilakukan Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT). Namun setelah memperhatikan berbagai faktor pemerintah mengeluarkan peraturan.
Perpres tentang BPODT memprioritaskan pada tiga hal yaitu Infrastruktur, SDM, dan pelestarian lingkungan hidup 'dikerjai' kembali oleh Pemerintah dengan hanya difokuskan pada aspek pariwisata. Sesungguhnya dulu YPDT mendorong Pemerintah agar dalam usulan Perpres diberi ruang kerjasama atau sistem sewa lahan dalam pembangunan Danau Toba sebagai destinasi pariwisata, tetapi usulan itu dicoret dan diganti dengan penguasaan lahan masyarakat oleh Pemerintah dengan sistem ganti rugi dan isunya bergeser lagi menjadi penguasaan lahan 500 hektar oleh BPODT.
YPDT mengusulkan agar menjadikan masyarakat sebagai subyek dalam pembangungan Danau Toba. Hal itu didasarkan pada masukan warga masyarakat di kawasan Danau Toba, dari tokoh adat, tokoh agama, dan lainnya. Kinerja BPODT berdasarkan Perpres RI No 49/ 2016 tentang BOPKPDT, dijelaskan bahwa BOPKPDT akan mengelola seluruh kegiatan pariwisata Danau Toba melalui penyiapan Rencana Induk dan Rencana Detail Pengembangan dan Pembangunan Kawasan Pariwisata Danau Toba.