Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Rondahaim Saragih (ilustrasi google gemini)
Ilustrasi Rondahaim Saragih (ilustrasi google gemini)

Intinya sih...

  • Tuan Rondahaim Saragih adalah salah satu dari 10 nama pahlawan nasional 2025

  • Rondahaim merupakan raja yang ditakuti Belanda dan aktif memperluas wilayah kekuasaannya

  • Setelah wafatnya, Tuan Rondahaim dihormati dengan penamaan rumah sakit dan ruas jalan untuk mengenang jasanya

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Medan, IDN Times - Tahun ini sosok Pahlawan Nasional jadi perbincangan. Ada 10 sosok yang diberi anugerah gelar Pahlawan Nasional secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto dari berbagai daerah dan latar belakang perjuangan. Salah satunya karena Presiden kedua Soeharto yang diberi gelar pahlawan nasional.

Peresmian ini dilakukan dengan upacara di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (10/11/2025) yang bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan dan dihadiri oleh para keluarga penerima gelar.

Dalam suasana khidmat, satu per satu nama tokoh diumumkan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Adapun 10 sosok tersebut yakni, Abdurachman Wahid (Gus Dur) Jawa Timur, Jenderal Besar TNI Soeharto – Jawa Tengah, Marsinah – Jawa Timur, Mochtar Kusumaatmaja– Jawa Barat, Hajjah Rahma El Yunusiyyah – Sumatra Barat, Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo – Jawa Tengah, Sultan Muhammad Salahuddin – Nusa Tenggara Barat, Syaikhona Muhammad Kholil – Jawa Timur, Tuan Rondahaim Saragih – Sumatra Utara dan Zainal Abidin Syah – Maluku Utara.

Dari 10 sosok yang diberi gelar Pahlawan Nasional 2025 ini, salah satunya berasal dari Sumatra Utara yaitu Tuan Rondahaim Saragih.

Berikut IDN Times rangkum profil Rondahaim Saragih, tokoh asal Sumut yang baru ditetapkan sebagai pahlawan nasional tahun 2025

1. Pada masa kepemimpinan Rondahaim di Raya, Kolonial Belanda tidak pernah berani menyentuh sejengkal pun tanah Simalungun

ilustrasi belanda (freepik.com/rawpixel

Tuan Rondahaim Saragih Garingging memiliki gelar Raja Raya Namabajan. Dia lahir pada tahun 1828 dan wafat tahun 1891. Ia merupakan merupakan Raja Kerajaan Raya ke 14, yang telah menerima penghargaan atas jasa-jasanya yang besar terhadap Negara dan Bangsa Indonesia, melalui Presiden BJ Habibie dengan menganugerahkannya Tanda Kehormatan bintang jasa, sebagai Tokoh Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 077/TK/TAHUN 1999, tanggal 13 Agustus 1999.

Tuan Rondahaim merupakan salah satu raja yang ditakuti Kolonial Belanda. Sebab, sejak saat itu ia merupakan penguasa Partuanan Raya yang dijuluki oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai Napoleon der Bataks, karena perlawanannya hingga akhir hayat terhadap upaya penaklukan Raya oleh Belanda. Partuanan Raya tercatat tidak pernah takluk kepada Belanda pada masa pemerintahan Tuan Rondahaim Saragih Garingging.

Pada masa kepemimpinan Rondahaim di Raya, Kolonial Belanda tidak pernah berani menyentuh sejengkalpun tanah Simalungun. Saat itu, Rondahaim sebagai Raja Raya, membentuk pasukan gabungan yang terdiri dari kerajaaan-kerajaan kecil di wilayah Simalungun, yakni pasukan Raja Siantar, Bandar, Sidamanik, Raja Tanah Jawa, Raja Pane, Raja Raya, Raja Purba, Raja Silimakuta, dan Raja Dolok Silou. Dari kumpulan pasukan ini, Tuan Rondahaim yang menjadi Raja Raya, melatih sendiri pasukan tersebut, untuk siap bertempur dan mempertahankan tanah Simalungun dari kolonial belanda. Pasukan gabungan itu disebut sebagai pasukan Gerilya dan Kavaleri.

2. Ada dua orang bangsawan yang menduduki beberapa kampung di wilayah kekuasannya dan melakukan kontak dengan Belanda

Presiden Prabowo anugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Selama berkuasa, Tuan Rondahaim aktif memperluas wilayah kekuasaannya sekaligus menentang aneksasi oleh Pemerintah Kolonial Belanda di daerah Sumatera Timur. Pertempurannya melawan upaya aneksasi Belanda terhadap wilayah kekuasaannya, antara lain terjadi pada 21 Oktober 1887 di Dolok Merawan dan 12 Oktober 1889 di Bandar Padang.

Pada tahun 1887, pasukan kolonial Belanda berhasil memukul mundur pasukan Partuanan Raya. Sejak serangan ke Bajalinggei pada bulan Februari 1888, tidak ada lagi konflik terbuka antara pasukan kolonial Belanda dengan pasukan Tuan Rondahaim. Selain itu, Tuan Rondahaim juga menghadapi pemberontakan internal di wilayah kekuasaannya.

Ada dua orang bangsawan yang menduduki beberapa kampung di wilayah kekuasannya dan melakukan kontak dengan Belanda. Kesehatan Tuan Rondahaim pun berangsur-angsur memburuk. Sekujur tubuhnya membengkak dan tidak dapat diobati oleh satu pun tabib di Raya. Pada Juli 1891, Tuan Rondahaim meninggal dunia di Rumah Bolon Raya dan kematian Tuan Rondahaim diratapi oleh semua orang di Raya.

3. Salah satu ruas jalan di Kota Pematangsiantar dinamai dengan nama Tuan Rondahaim untuk mengenang jasanya

ilustrasi perang (pexels.com/ahmed)

Kemudian pada tahun 1901, sepuluh tahun setelah wafatnya Tuan Rondahaim, Partuanan Raya takluk kepada pemerintah kolonial Belanda. Pada saat itu, Partuanan Raya dipimpin oleh putra Tuan Rondahaim yang bernama Sumayan gelar Tuan Kapoltakan Saragih Garingging.

Rondahaim Saragih Garingging lahir pada tahun 1828 di Juma Simandei, Sinondang, Pamatang Raya, ibu kota Partuanan Raya. Ayahnya, Tuan Jinmahadim Saragih Garingging gelar Tuan Huta Dolog, adalah penguasa Partuanan Raya. Ibunya, Puang Ramonta boru Purba Dasuha, adalah putri dari Guru Raya. Oleh karena Puang Ramonta hanyalah selir dari Tuan Jimmahadim, kehidupan Rondahaim dan ibunya serba kekurangan. Pada masa kecilnya, Rondahaim telah diperkenalkan oleh keempat pamannya, yakni Guru Murjama, Guru Onding, Guru Nuan, dan Guru Juhang, kepada Raja Padang Tengku Muhammad Nurdin.

Rondahaim belajar bahasa Melayu dan ilmu pemerintahan selama tinggal di Kerajaan Padang. Pada tahun 1840, saat Rondahaim berusia 12 tahun, ayahnya meninggal dunia. Kekuasaan ayahnya kemudian digantikan oleh pamannya, Tuan Murmahata Saragih Garingging gelar Tuan Sinondang, sebagai pemangku raja. Tuan Murmahata juga menikahi ibu Rondahaim.

Atas jasa-jasanya dalam melawan kolonialisme di Sumatera Timur, Tuan Rondahaim mendapatkan tanda kehormatan berupa Bintang Jasa Utama dari Presiden BJ Habibie pada 13 Desember 1999 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 077/TK/Tahun 1999.

Pemerintah Kabupaten Simalungun menamai rumah sakit daerahnya dengan nama Rumah Sakit Umum Daerah Tuan Rondahaim Saragih untuk mengenang jasa-jasa Tuan Rondahaim. Salah satu ruas jalan di Kota Pematangsiantar dinamai dengan nama Tuan Rondahaim untuk mengenang jasa-jasanya.

Editorial Team