IDN Times/Hana Adi Perdana
Dosen Fakultas Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud), Kadek Dwita Apriani, mengatakan situasi politik saat ini masih penuh dengan dinamika terutama di level elite.
Kini partai-partai saling berkunjung satu sama lain, namun belum satu pun yang mendeklarasikan cawapresnya. Menurutnya, cawapres bukan saja tentang lobby elite, tapi juga tentang daya angkat elektabilitas. Sehingga survei tentang cawapres belakangan ini semakin marak.
“Politik elektoral menjelang pilpres masih penuh dengan dinamika. Kebanyakan dinamikanya masih pada level elite. Hal ini wajar mengingat adanya presidential threshold 20 persen sehingga mengharuskan koalisi. Ini pula berkaitan dengan cawapres,” jelasnya.
Menanggapi situasi terbelahnya arah pilihan relawan Jokowi yang memberikan dukungan kepada Prabowo, Kadek Dwita mengatakan bahwa dalam hal ini relawan bukanlah partai, sehingga sulit untuk menggunakan logika partai dalam melihat relawan. Melihat relawan yang diisukan terbelah dalam pilpres, diakuinya ini juga fenomena yang wajar.
“Relawan bukan partai, jadi sepertinya sulit jika diasumsikan demikian (harus mendukung Ganjar). Berkali-kali Pak Jokowi menyatakan ojo kesusu (jangan terburu-buru) atau menunggu terkait dengan ini,” terangnya.
Pengamat Politik asal Sumsel, Bagindo Togar menilai, terbelahnya sikap relawan Jokowi dinilai biasa. Terlebih mereka hanya bagian dari ormas pendukung Jokowi yang notabene berbeda dengan partai politik sesuai ketentuan komando.
"Biasa saja kalau ada perbedaan di relawan karena mereka bukan parpol yang dituntut kepatuhan," jelas dia.
Menurutnya, Projo merupakan relawan yang memiliki pendukung kuat di hampir seluruh wilayah Indonesia. Hal ini yang menjadi daya tawar dari relawan pendukung Jokowi, sehingga parpol tidak bisa tutup mata dari mereka.
"Secara linear mereka akan ikut semua kemauan Jokowi. Projo memiliki catatan penggalan suara di akar rumput yang kuat," beber dia.
Peran relawan dalam pemenangan Jokowi pada Pilkada DKI Jakarta 2012, Pilpres 2014 dan 2019 memang tak bisa dianggap remeh. Mereka bergerak secara sukarela menggalang dukungan di berbagai daerah untuk Jokowi, khususnya di zona-zona yang tidak bisa disentuh oleh partai politik. Orang-orang yang awalnya apolitik, karena ‘kurang percaya’ dengan parpol malah tergerak untuk mendukung karena sosok Jokowi semata, bukan partai pengusung Jokowi.
Pada 2018 lalu, Direktur Relawan Tim Kampanye Nasional (TKN) Maman Imanulhaq mengaku setidaknya ada 810 kelompok relawan menyatakan dukungan kepada pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Jelas ini jumlah yang tidak bisa dipadang sebelah mata.
Dr Fitriyah merinci, Pemilih Jokowi pada waktu itu bukan semata-mata karena PDIP atau parpol effect. Suara PDIP pada Pemilu hanya 30 persenan dari suara yang sah. Tetapi saat Pilpres, Jokowi menang dengan suara 51 persen.
Artinya, ada pemilih Jokowi - Ma’ruf yang tidak ada kaitannya dengan partai apapun namun memengaruhi kemenangan Pilpres kala itu. Jadi, tambah Fitriyah, dukungan relawan patut diperhitungkan di samping soal pemilihan cawapres yang juga harus dipertimbangkan secara matang.
Tim Penulis:
Rangga Erfizal, Hamdani, Muhammad Nasir, Indah Permata Sari, Tama Wiguna, Ayu Afria Ulita Ermalia, Wayan Antara, Larasati Rey, Anggun Puspitoningrum, Faiz Fardianto.