Ilustrasi Hutan Kota (Pexels.com/Veetrezy)
Di tempat yang sama, Vice President Program Konservasi Indonesia, Fitri Hasibuan menjelaskan lembaganya telah sejak lama mendampingi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan kerja-kerja konservasi. Salah satunya di Kabupaten Raja Ampat.
“Capaian dari Raja Ampat menginspirasi pemerintah Papua Barat sehingga mendeklarasikan sebagai provinsi berkelanjutan yang ditandai dengan hadirnya Perda khusus,” kata Fitri.
Pendekatan provinsi berkelanjutan yang melibatkan masyarakat, imbuh Fitri, jelas berdampak besar terhadap perekonomian daerah.
“Analisanya terlihat bahwa dengan mengurangi aktivitas yang merusak lingkungan khususnya di lahan gambut dan mangrove di wilayah tersebut bisa menghasilkan keuntungan hingga USD155 juta untuk Indonesia,” paparnya.
Apalagi, sebut Fitri, hal itu didukung dengan kegiatan wisata disertai agroforestri. Pembangunan berkelanjutan, kata Fitri, bukan berarti tidak ada pembangunan, melainkan didesain dengan prinsip kehati-hatian.
Adapun, untuk mencapai target pembangunan keberlanjutan, ungkap Fitri, dibutuhkan estimiasi biaya sebesar USD72 juta. Biaya tersebut digunakan untuk kegiatan transisi agroforestri, perhutanan sosial, pariwisata, dan kebutuhan lainnya “Kami melihat 72 juta USD ini tidak harus bergantung pada pemerintah. Kolaborasi dengan berbagai pihak juga bisa mendukung tercapainya target pembangunan tersebut,” terangnya.
Dia mencontohkan program konservasi yang membawa dampak ekonomi untuk masyarakat salah satunya terlihat pada pertumbuhan homestay di kawasan Raja Ampat yang cukup pesat. Dari 50 kepala keluarga (KK) sedikitnya terdapat 15 KK yang telah memiliki homestay, dengan 3 hingga 7 kamar. Masing-masing kamar dihargai Rp550 ribu rupiah per malam. “Artinya, kita mendapati bagaimana pelestarian alam tidak mengurangi dampak ekonomi, melainkan memunculkan ekonomi baru yang menguntungkan masyarakat,” jelasnya.
Model lain dari upaya konservasi yang memberi keuntungan untuk masyarakat adalah program kelapa sawit berkelanjutan di Tapanuli Selatan. Dia menyebut, dampak ekonomi yang dirasakan oleh petani sawit berkelanjutan dirasakan lewat peningkatan produktivitas dan juga kredit RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).
“Melalui pendampingan sawit berkelanjutan yang kami lakukan kepada beberapa kelompok petani di sana, saat ini mereka telah merasakan peningkatan produksi hingga 10-20%, dan memegang kredit RSPO mencapai lebih dari Rp.3 miliar,” tutur Fitri.