Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bery Juana Putra didampingi Kapolsek Limapuluh AKP Viola saat mengekspose kasus perdagangan bayi (IDN Times/ Fanny Rizano)
Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bery Juana Putra didampingi Kapolsek Limapuluh AKP Viola saat mengekspose kasus perdagangan bayi (IDN Times/ Fanny Rizano)

Pekanbaru, IDN Times - Pihak kepolisian di Kota Pekanbaru bersama Komnas Perlindungan Anak (PA) Provinsi Riau dan personel Intelijen Korem 031/ Wirabima menggagalkan transaksi perdagangan bayi, Senin (20/1/2024). Dalam kasus ini, sebanyak 6 orang pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan. 

Para tersangka itu adalah Erni Juliani, Tutik Hariati, Zulkifli dan Salomon Pasaribu. Keempatnya merupakan warga Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Sedangkan dua tersangka lainnya adalah Aprita Tarigan dan Jerico Bangun, yang merupakan Warga Simpang Selayang Pemda di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

"Ada dua orang yang baru kami amankan. Statusnya masih saksi. Saat ini masih kami lakukan pemeriksaan," ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Pekanbaru Kompol Bery Juana Putra didampingi Kapolsek Lima Puluh AKP Viola Dwi Anggraini dalam keterangan persnya.

Dalam kasus ini, dilanjutkan Kompol Bery, pihaknya mengamankan bayi yang baru berumur 8 hari.

"Bayinya saat ini dalam perawatan di RSUD Arifin Achmad. Saat dicek kulitnya menguning. Mungkin karena tidak mendapatkan ASI eksklusif," lanjutnya.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Undang-undang Tindak Pidana Penjualan Orang serta Undang-undang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidananya maksimal 15 tahun penjara.

1. Para tersangka merupakan sindikat, per bayi dihargai Rp30 juta sampai 35 juta

Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bery Juana Putra (IDN Times/ Fanny Rizano)

Kompol Bery menerangkan, para tersangka merupakan sindikat perdagangan bayi. Pasalnya, dari pengakuan para tersangka, mereka sudah menjual 6 bayi. Pihak kepolisian menduga, sindikat ini tidak hanya menjual 6 bayi, tapi lebih.

"Ada indikasi sudah belasan bayi dijual, kami masih terus dikembangkan," terang Kompol Bery.

Tidak hanya di berbagai provinsi di Pulau Sumatera dan Jawa, para tersangka juga diduga menjual bayi hingga ke Malaysia. Semuanya akan terungkap setelah seorang pelaku yang saat ini masih buron berhasil ditangkap.

Kompol Bery menjelaskan, tersangka Erni berperan mencari orang yang akan melahirkan bayi. Targetnya adalah orang-orang yang ekonominya sulit atau kurang mampu.

Sedangkan tersangka lainnya, juga memiliki peran masing-masing, diantaranya mendatangi perempuan yang akan melahirkan lalu menawarkan bantuan finansial, hingga ada yang berperan sebagai supir.

"Mereka berjanji akan menanggung biaya lahiran, biaya pengobatan sehingga ada rasa hutang budi, kemudian diintimidasi setelah melahirkan," jelas Kompol Bery.

Setelah mendapatkan bayi dari ibu yang baru melahirkan, tersangka Aprita memposting ke akun media sosial. Sindikat ini membuat yakin calon pembeli seolah-olah yang dijalankan itu adalah legal.

"Ada juga peran tersangka yang mengaku sebagai orang tua dari bayi yang akan dilahirkan," kata Bery.

Bayi yang dijual dipasang dengan tarif adopsi dari Rp30 juta hingga Rp35 juta. Pemesanan berlangsung melalui chatting di media sosial selanjutnya dilakukan transaksi secara langsung setelah biaya adopsi tersedia.

"Khusus di Pekanbaru, bayi yang menjadi korban dijual Rp35 juta, sindikat ini meskipun ada warga Riau, tapi mereka mengaku dari Medan," kata Kompol Bery.

Dalam kasus ini, sindikat ini mendapatkan bayi dari seorang ibu yang baru melahirkan di sebuah rumah sakit swasta di Kota Pekanbaru. Ibu ini sudah datang ke Polresta Pekanbaru dan mengaku tidak tahu bayinya dijual oleh para tersangka.

Informasi dirangkum, tersangka Erni pernah buka praktek bidan di Duri, Kabupaten Bengkalis. Hasil pengusutan petugas, tersangka Erni sudah tidak punya izin lagi dan tempat prakteknya sudah tidak ada.

2. Ada group WhatsApp di handphone tersangka, namanya 'Pejuang Garis Dua'

Aplikasi Whatsapp ( techcentral.co.za )

Dalam penyidikannya, diketahui para tersangka tidak hanya beraksi di media sosial. Mereka juga membuat sejumlah grupnya WhatsApp untuk mencari calon pembeli bayi.

Adapun group WhatsApp yang ditemukan penyidik kepolisian, bernama "Pejuang Garis Dua". Hal itu terdapat di salah satu telepon genggam tersangka yang disita. Selain itu, ada juga satu grup WhatsApp yang telah dihapus salah satu tersangka sebelum penangkapan dilakukan.

"Penyidik tengah berkoordinasi dengan Laboratorium Forensik untuk mengembalikan salah satu grup WhatsApp yang terhapus, datanya ada di sana," ujar Kompol Bery.

Selain telepon genggam, pihak kepolisian juga menyita buku bank, rekening koran transaksi penjualan bayi, sebuah mobil, surat keterangan lahir palsu dan kartu ATM.

3. Ketua Komnas PA dan anggota Intelijen Korem menyamar jadi pembeli

Ketua Komnas PA Provinsi Riau Dewi Arisanty (kanan) dan anggota Intelijen Korem 031/ Wirabima Letda Dadang (IDN Times/ Fanny Rizano)

Terungkapnya perdagangan bayi ini berawal dari penyamaran yang dilakukan Ketua Komnas PA Provinsi Riau Dewi Arisanty dan seorang anggota Intelijen Korem 031/ Wirabima Letda Dadang. Awalnya, Dewi menemukan akun media sosial Tiktok yang menawarkan jasa adopsi bayi.

Atas hal itu, ia meminta bantuan Letda Dadang untuk sama-sama menyamar sebagai pembeli dan bertransaksi.

"Setelah kesepakatan harga dan dilihatkan foto bayinya, baru kita bertemu disebuah kafe yang berada di Jalan Ronggo Warsito (Kota Pekanbaru)," ujar Dewi.

Disamping itu, Dewi juga menghubungi pihak Polsek Lima Puluh dan Polresta Pekanbaru untuk melakukan penegakan hukum.

"Dalam pertemuan itu, awalnya saya duluan yang sampai, setelah itu kang (Letda) Dadang datang menyamar sebagai suami saya," terangnya.

"Kang Dadang bahkan sempat menggendong bayi itu," sambungnya.

Setelah bayi dipegang oleh Dewi dan Letda Dadang, pihak kepolisian yang sudah menunggu, langsung menyergap para tersangka.

Editorial Team