Polisi Tetapkan Tiga Warga Rempang Menjadi Tersangka

Batam, IDN Times - Polresta Barelang menetapkan tiga warga Kelurahan Sembulang, Pulau Rempang, Kota Batam, sebagai tersangka dalam kasus kekerasan yang terjadi pada 17 Desember 2024 lalu.
Kapolresta Barelang, Kombes Pol Heribertus Ompusunggu mengatakan, penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari laporan pegawai PT Makmur Elok Graha (MEG), yang mengaku turut menjadi korban dalam insiden tersebut.
1. Polisi amankan beberapa barang bukti

Ketiga warga Pulau Rempang ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan perampasan kemerdekaan sebagaimana diatur dalam Pasal 333 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Atas adanya laporan dari PT Makmur Elok Graha (MEG) tersebut, tim dari Polresta Barelang mengumpulkan sejumlah barang bukti, termasuk video insiden yang beredar di media sosial.
"Video tersebut telah diperiksa keabsahannya di laboratorium forensik dan dinyatakan asli, tanpa ada tambahan atau perubahan," kata Heribertus, Jumat (31/1/2025).
Selain itu, penyidik juga memeriksa saksi-saksi di lokasi kejadian untuk memperkuat alat bukti terkait kasus kericuhan yang terjadi di Pulau Rempang.
2. Polisi tidak lakukan penahanan terhadap tiga warga Rempang

Meski ditetapkan sebagai tersangka, tiga warga Pulau Rempang yakni Siti Hawa alias Nenek Awe (67), Sani Rio (37), dan Abu Bakar (54) tidak dilakukan penahanan.
Alasan pihak kepolisian dari Polresta Barelang tidak melakukan penahanan terhadap tiga warga Pulau Rempang dikarenakan pertimbangan usia dan lokasi tempat tinggal mereka yang menetap.
Lanjut Heribertus, selain laporan dari pegawai PT MEG, masyarakat juga melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian. Polisi membentuk tiga tim untuk melakukan pemeriksaan secara maraton.
Dalam satu pekan setelah insiden, dua pegawai PT MEG telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polresta Barelang sampai saat ini.
3. Kemungkinan penyelesaian masalah dengan cara RJ

Masih kata Heribertus, di dalam kasus ini pihak kepolisian juga membuka kemungkinan penyelesaian perkara melalui restorative justice atau RJ, yang memungkinkan penyelesaian di luar persidangan atas kesepakatan kedua belah pihak.
"Tidak boleh ada intervensi dari pihak mana pun dalam proses ini," tegasnya.
Atas adanya insiden ini, Heribertus menekankan pentingnya menempuh jalur hukum dalam menyelesaikan konflik.
"Kami sampaikan kepada masyarakat bahwa apa pun kejadiannya, jangan main hakim sendiri. Ada proses hukum yang harus diikuti. Kami akan mengungkap siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa ini," tutupnya.