Medan, IDN Times - Fenomena miris terjadi belakangan ini dengan maraknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada ribuan karyawan di Indonesia. Bahkan itu terjadi di perusahaan-perusahaan besar. Hal ini dikaitkan dengan resesi global yang diprediksi terjadi tahun 2023 ini.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebutkan ada 10.765 kasus pemutusan hubungan kerja alias PHK per September 2022. Jumlah tersebut diklaim turun dari dua tahun sebelumnya.
Sedangkan tahun 2019 mencapai 18.911 karyawan. Angka tersebut meroket pada 2020 menembus 386.877 kasus. Namun, menurun pada 2021 ke angka 127.085 karyawan yang di PHK.
Pengamat sosial dari Universitas Sumatra Utara (USU), Agus Suriadi angkat bicara terkait fenomena ini. Menurutnya, banyak faktor terjadinya PHK Massal di antaranya faktor fundamental global dan ekonomi yang lesu akibat diterpa COVID-19 sejak awal 2020 lalu.
“Meskipun kita sudah mulai bangkit dari COVID-19, tapi banyak perusahaan yang hampir (rugi atau gulung tikar) dikarenakan biaya produksi dan faktor produksi itu gak sama (gak balance),” ujarnya.
“Mau gak mau di tengah kondisi eksternal dan internal daya beli kita di masyarakat semakin menurun dan produksi yang semakin menurun. Nah, konsekuensinya biaya produksi meningkat kalau tidak diambil keputusan yang merugikan karyawan yaitu PHK,” kata Agus.