Perpisahan Anak Sekolah Dianggap Pemborosan Bagi Orangtua di Medan

Medan, IDN Times - Tidak sedikit sekolah yang setiap akhir semester menyelenggarakan pesta perpisahan sebagai bentuk selebrasi atau bersuka cita. Acara seremonial seperti ini biasanya melibatkan seluruh angkatan pelajar yang telah dinyatakan lulus dari sekolahnya masing-masing.
Panggung akbar, alat-alat musik, baju angkatan yang serupa, hingga menghelat berbagai lomba turut menyemarakkan pesta perpisahan. Ada yang menghelat pesta di sekolahnya, sampai ada menyewa tempat khusus yang luar biasa mewah. Tentu jika dikalkulasikan, tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk menanggulangi itu semua.
Setiap sekolah yang hendak membuat pesta perpisahan, biasanya akan mengutip biaya dari murid-muridnya secara kolektif. Sistemnya pun berbeda-beda, ada yang dicicil dengan tabungan mingguan atau bayar kontan.
Menilik Permendikbud RI No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan, dalam Pasal 9 ayat (1) menyebutkan, bahwa satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.
Kemudian termaktub pula dalam Pasal 181 huruf d PP No. 17 Tahun 2010 menyebutkan, pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2 regulasi ini sangat cukup untuk menjadi dasar acuan satuan pendidikan tingkat dasar (SD dan SMP) untuk tidak melakukan pungutan, termasuk pula dalam hal ini pesta perpisahan. Namun nasi sudah menjadi bubur. Mengubah kebiasaan juga memang sangat sulit. Pesta perpisahan kini bak menjadi semacam budaya anak sekolah yang wajib dilakukan.
1. Ekonomi yang tidak stabil jadi alasan orang tua di Medan kontra dengan pesta perpisahan anak SMP
Bagi ibu rumah tangga di Medan bernama Hera Wati, pesta perpisahan dinilai sama sekali tidak berguna. Karena sudah pasti anaknya yang duduk di bangku SMP akan menyetor iuran.
"Sudah pasti keluar uang kalau ada acara seperti itu. Anak saya yang pertama dulu dari SD, SMP, SMA selalu minta uang tabungan untuk perhelatan perpisahan, bukan murah. Nah sekarang kalau bisa jangan lah, repot nanti. Kebutuhan rumah tangga juga semakin banyak," kata Hera Wati.
Ia mengaku juga sudah mendengar berita viral soal Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, berdebat dengan siswa tentang pesta perpisahan sekolah. Sedikit banyak ia setuju dengan Dedi. Terlebih anaknya masih duduk di bangku SMP, sehingga ia merasa agenda pesta perpisahan menjadi suatu ajang pemborosan orang tua.
"Iya pertama pasti boros, terus yang kedua kan anak saya masih SMP. Gak ada kewajiban mendesak untuk dirayakan, toh, nanti lanjut belajar lagi di sekolah (SMA). Beda kalau pihak sekolah yang full biayai acaranya, kalau itu maulah," lanjutnya.