Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Penyintas banjir membersihkan barang-barang yang tersisa dari dalam rumah, Minggu (7/12/2025). Banjir menerjang Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh sejak Rabu (26/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Penyintas banjir membersihkan barang-barang yang tersisa dari dalam rumah, Minggu (7/12/2025). Banjir menerjang Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh sejak Rabu (26/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Intinya sih...

  • David dan 12 orang lainnya bertahan di atap rumah pasca banjir menerjang Aceh Tamiang

  • Mereka bertahan dengan air kelapa selama tiga hari tanpa makan dan minum

  • Banjir di Aceh Tamiang merenggut nyawa 57 orang, 262.087 jiwa mengungsi, dan ribuan rumah serta fasilitas rusak

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jika tidak ada air kelapa, entah bagaimana nasib David
Bersama 12 orang lainnya, David bertahan di atap
Banjir menerjang pemukiman itu dengan ganas
Membuat mereka tidak bisa beranjak

Aceh Tamiang, 8 Desember 2026

David begitu fokus melihat - lihat di sela - sela puing rumah yang dihuninya pasca banjir menerjang kawasan Aceh Tamiang. Baru beberapa hari terakhir, air surut. Sehingga dia kembali dan mencari barang yang masih bisa diselamatkan.

"Ada pegang rokok bang, sudah asam mulut ini. Mau beli uang gak ada. Orang jualan pun gak ada," ujar David menyapa IDN Times, Senin (8/12/2025).

Selang beberapa obrolan, tangisan David pecah. Tatkala laki-laki 40 tahun itu mengingat detik-detik banjir menghantam pemukiman mereka di Kampung Dalam, Kecamatan Karang Baru.

Kawasan itu dihantam air bah pada Rabu (25/11/2025). Malam yang kelam bagi David. Warga berhamburan menyelamatkan diri. Termasuk David, kakak dan dua keponakannya yang sempat dievakuasi terlebih dahulu.

Lompat antar atap hingga sempat jatuh berkali-kali

Penyintas melihat kondisi rumah yang terdampak banjir di Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Sabtu (6/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Malam itu David tidak menyangka bisa selamat. Ketinggian air sudah mencapai atap rumah. David dan penyintas lainnya sempat berenang. Menggapai bagian atap rumah.

"Kami naik ke atap. Udah di atas rubuh atapnya. Kami lompat lagi, rubuh lagi, sampai kami di atap rumah itu," ujar David menunjuk satu rumah tempat mereka mengevakuasi diri.

David menggambarkan mencekamnya air malam itu. Gelombangnya tinggi, arusnya deras. Itu membuatnya memilih bertahan di atas atap dengan 12 penyintas lainnya.

"Kami mau turun air deras. Yang ada mengantar nyawa aja kalau kami turun. Pohon sam  mobil aja terangkat sama air itu. Apa lagi cuma orang," katanya.

Tiga hari tidak makan dan minum, air kelapa jadi penyelamat

Seorang anak penyintas banjir membawa logistik yang dibagikan relawan di Kecamatan Kuala Simpang, Jumat (5/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Isapan rokok David tiba - tiba kian dalam. Dia kembali menyeka air matanya. Sambil tertunduk David bilang malam itu dia sudah pasrah jika harus mati ditelan banjir. Dia khawatir, rumah yang jadi naungan mereka itu, tiba tiba rubuh.

Nasib berkata lain. David bisa bertahan lebih lama. Meski keadaan dirinya kian lemah.

Baju basah dan kering di badan. Dingin dan lapar menjadi pelengkap duka tiga hari itu.

Dalam keadaan lapar, David melihat ada pohon kelapa tidak jauh dari mereka. Lantas dia kemudian berupaya menggapai pohon kelapa itu.

Dia mengambil beberapa buah. Lalu kembali naik ke atap. "Kelapa itu lah kami minum airnya. Kami makan daging kelapanya. Itu pun berbagi kami. Kalau atap itu sempat runtuh, habislah kami," imbuhnya.

David terus bertahan karena mengingat dua keponakannya

Seorang warga berjalan melintasi tu​mpukan manekin di kawasan Kecamatan Rantau Panjang, Kabupaten Aceh Tamiang, Minggu (7/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Malam itu satu hal yang membuat David terus semangat. Ada dua keponakannya yang terus diingatnya.

Saat itu dia belum mengetahui, bagaimana kondisi para keponakannya. "Alhamdulillah mereka selamat bang. Itu membuat saya lega," katanya

Pasca banjir, David kini menjadi penyintas. Dia tidak memiliki tempat tinggal lagi. Dia berharap kondisi bisa cepat pulih.

Data per 6 Desember 2025 menunjukkan, banjir Aceh Tamiang sudah merenggut nyawa 57 orang. Kemudian ada 23 lainnya masih hilang.

Tercatat 262.087 jiwa mengungsi, sementara 36.838 jiwa lainnya terdampak namun tidak mengungsi. Dari laporan Posko Komando, ada 2.262 rumah rusak, termasuk 780 unit rusak berat dan 35 unit rusak sedang. Fasilitas pendidikan yang rusak mencapai 54 unit, ditambah 3 unit rusak berat. Sarana kesehatan ikut terdampak dengan 1 unit rusak, sementara data kerusakan berat masih belum masuk.

Kerusakan juga terjadi pada sarana ibadah, sebanyak 33 unit rusak dan 2 unit rusak berat. Sarana perkantoran yang terdampak mencapai 32 unit, dan 1 unit mengalami rusak berat. Infrastruktur transportasi pun lumpuh dengan 2 jembatan rusak dan 1 jembatan putus total.

Editorial Team