Ilustrasi perundingan. (IDN Times/Mardya Shakti)
Sementara itu, Lembaga bantuan Hukum (LBH) Medan) menanggapi atas kasus ini dari sejumlah pemberitaan bahwa, dengan tak dilakukannya penahanan terhadap tersangka tentu menciderai rasa adil dari hukum itu sendiri dan masyarakat.
"Tidak dilakukan penahanan, tersangka penganiayaan wajib lapor. Seharusnya kepolisian tidak salahgunakan wewenang," ujar Kepala Divisi Sipil dan Politik LBH, Maswan Tambak.
Dirinya juga mengatakan, seharusya penyidik bisa menghubungkan pasal yang disangkakan tersebut dengan pasal 351 Ayat (1) KUHPidana untuk dapat menahan tersangka.
"Tentang Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana itu diancam dengan penjara selama-lamanya, dua tahun delapan bulan sedangkan pasal yang disangkakan terhadap tersangka ancaman hukumannya paling lama tiga tahun enam bulan," ujarnya.
"Artinya secara filosofis Undang-undang No. 35/2014 itu dibentuk untuk memberikan rasa adil dan perlindungan lebih kepada korban dan juga memberikan penghukuman yang lebih berat kepada pelaku. Artinya jika Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana saja dapat ditahan apalagi terhadap pasal 76 C jo. Pasal 80 Ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014," tambahnya.
Ia juga menilai tentang penangguhan, penahanan dan penyidik juga punya kewenangan untuk menangguhkan.
"Secara hukum alasan menangguhkan itu memang diatur jelas. Tapi alasan itu sepenuhnya menjadi subjektifitas penyidik. Oleh karenanya sekalipun alasan itu menjadi subjektifias penyidik seharusnya tidak boleh disalah gunakan," jelasnya.