Prajurit TNI membersihkan Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Desa Hutanobolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, Jumat (19/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
LBH APIK mencatat, di sejumlah titik pengungsian, perempuan lansia mengalami kesulitan mengakses layanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Minimnya fasilitas sanitasi layak, air bersih, serta layanan kesehatan reproduksi dan psikososial memperburuk kondisi fisik dan mental para penyintas.
“Banyak lansia perempuan mengalami trauma, kelelahan, dan penyakit kronis yang kambuh, tetapi tidak terjangkau layanan kesehatan secara rutin. Dalam situasi darurat yang berkepanjangan, mereka justru makin tak terlihat,” katanya.
Dari sisi ekonomi, rusaknya sawah, kebun, dan lahan pertanian membuat banyak perempuan kehilangan peran produktif yang selama ini menopang ekonomi keluarga, terutama di rumah tangga miskin dan keluarga yang kehilangan kepala keluarga akibat bencana.
“Ketika mata pencarian hilang, perempuan terutama yang sudah lanjut usia sering kali menjadi kelompok terakhir yang diprioritaskan dalam skema pemulihan ekonomi,” ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya pendataan berbasis gender dan usia agar kebijakan pemulihan tidak kembali menempatkan perempuan dan lansia sekadar sebagai objek bantuan.
“Tanpa perspektif gender dan perlindungan kelompok rentan, status darurat yang terus diperpanjang justru berpotensi menjadi normal baru bagi perempuan miskin dan lansia,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera Utara, Erwin Hotmansah Harahap, menyatakan perpanjangan status tanggap darurat dilakukan untuk memastikan proses evakuasi dan pemulihan berjalan maksimal.
“Memperhatikan dampak yang ada serta kebutuhan evakuasi hingga pemulihan di wilayah terdampak, maka Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memperpanjang status tanggap darurat hingga 31 Desember 2025,” ujar Erwin di Medan.