Ilustrasi kekerasan terhadap anak (IDN Times/Sukma Shakti)
Kasus dugaan perbudakan terjadi di Kota Tebing Tinggi, Sumatra Utara. Dua orang anak RMS (17) dan SPM (10) dieksploitasi atau diperbudak Sudah empat tahun mereka bekerja di sana. Dua anak asal Kota Sibolga itu disebut tidak digaji dan diduga mendapat perlakuan kasar dari pemilik toko
Kasus ini terkuak saat Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kota Tebing Tinggi menerima laporan soal dugaan perbudakan anak, 18 Oktober 2022 lalu.
LPAI mendapat laporan bahwa ada anak yang dikerangkeng di salah satu ruangan di dalam ruko tersebut.
Ketua LPAI Eva Norisman Purba sudah melihat langsung kondisi anak tersebut. RMS, disebut dikunci di ruangan berteralis besi. Kondisi fisiknya kurus kering dengan baju yang tidak layak pakai. Sudah dua tahun ini RMS menempati kerangkeng. Dia dituduh mencuri uang.
Korban akhirnya berhasil diselamatkan setelah pihak LPAI terlibat perdebatan dengan pemilik rumah DS. Sang pemilik toko miras sempat menolak saat LPAI hendak membawa korban. Para korban juga dianiaya. Penganiayaan itu terjadi karena korban dituduh mencuri uang dan mentransfernya ke keluarganya. Korban mengaku tidak pernah mencuri. Namun pelaku memaksanya mengaku.Akibat penganiayaan, korban mengalami luka-luka di tubuhnya.
Atas perbuatannya, pelaku terancam dengan Pasal 88 , pasal 77B dan pasal 80 ayat (1) dari UU RI no. 17 tahun 2016 tentang penetapan perppu RI no. 1 tahun 2016 tentang perubahan atas UU no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.