Batam, IDN Times - Kepiawaian Badan Pengusahaan (BP) Batam dalam melaksanakan pengelolaan lahan dipertanyakan ketika merajut investasi Rempang Eco City menjadi sebuah konflik dengan isu berskala internasional hingga diangkat statusnya menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) tahun 2023.
Konflik dengan tindakan kekerasan kepada masyarakat di Pulau Rempang, Galang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) beberapa waktu lalu bukanlah suatu hal yang pertama kali menimpa masyarakat di Kota Batam.
Pengerahan personel bersenjata bersama Ditpam BP Batam dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bersekala besar sudah kerap dilakukan BP Batam dalam menghalalkan investasi yang masuk ke Kota Batam. Hal itu sudah berlangsung selama bertahun-tahun lamanya dan terus dilakukan secara konsisten oleh BP Batam untuk mengawal masuknya suatu investasi.
Konsistensi BP Batam dalam mengawal investasi tanpa mementingkan hak masyarakat yang tinggal di lokasi investasi itu sendiri sudah menjadi hal yang lumrah. Hal senada inilah yang terjadi pada 7 September 2023 lalu di jembatan 4 Pulau Rempang.
"Sebenarnya secara prinsip tindakan BP Batam ini sama, yaitu menggunakan tim terpadu tanpa melalui proses dialog. Apa yang terjadi di Rempang skalanya lebih besar dengan menggunakan pasukan yang lengkap. Ini menimbulkan kesan adanya pengepungan terhada warga. Pengepungan ini sendiri jelas sebuah tindakan perang terhadap rakyat. Namun, berbeda di Rempang, masyarakat di Pulau Rempang melakukan penolakan dan perlawanan hingga akhirnya menjadi berita yang sangat luas dan besar. Hal ini memaksa BP Batam kembali meninjau pendekatannya secara umum," kata Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kepri, Uba Ingan Sigalingging, Rabu (5/10/2023).
