Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kelompok Suku Darat yang berada di Rempang Cate, Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Batam, IDN Times - Keberadaan Suku Darat atau Suku Hutan di kawasan hutan Kelurahan Rempang Cate, Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) saat ini terabaikan. Kehadiran Mensos RI, Tri Rismaharini di Batam, cukup menjadi sorotan ketika terus mengedepankan upaya keadilan hak yang merata bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

“Saya menekankan perlunya memberikan keadilan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Dalam undang-undang, fakir miskin, dan anak terlantar dipelihara negara, termasuk anak-anak disabilitas. Makanya mari sama-sama memberikan yang terbaik, supaya pemerintah daerah cepat menangani pesoalan ini,” kata Risma di Kota Batam, Rabu (24/1/2024).

Pernyataan tersebut menjadi perhatian jika dilihat masih tidak meratanya keadilan bagi kalangan masyarakat tertentu di Indonesia, seperti halnya pada Suku Darat Pulau Rempang yang berada di garis kemiskinan ekstrem hingga saat ini.

1. Mensos Risma sebut tidak ketahui permasalahan Suku Darat di Pulau Rempang

Lelaki tertua dalam kelompok Suku Darat di Pulau Rempang, Lamat (65) (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Kesenjangan sosial sangat dirasakan di kelompok suku darat yang terletak di kawasan Rempang Cate, Pulau Rempang.

Mereka tidak memiliki akses pendidikan, kesehatan hingga kepemilikan tanah. Sedangkan untuk listrik baru masuk beberapa minggu belakangan setelah Suku Darat ini muncul ke publik.

Menanggapi hal tersebut, Risma mengaku akan melihat terlebih dahulu hak-hak apa saja yang tidak diterima oleh Suku Darat di Pulau Rempang.

“Saya belum tau (keberadaan Suku Darat di Pulau Rempang), nanti kita lihat dulu dari sisi sosialnya, apa saja yang tidak mereka dapati,” ujarnya.

Risma mengaku, hingga saat ini pihaknya belum mendapati informasi adanya kemiskinan ekstrem hingga kesenjangan sosial yang terjadi di kelompok Suku Darat di Pulau Rempang.

“Nanti saya lihat secara sosial ya, kalau soal pendidikan dan kesehatan itu bukan kewenangan saya, sampai sekarang belum ada input (persoalan Suku Darat Pulau Rempang) kepada Kemensos. Nanti saya akan komunikasikan dengan pak Wali Kota Batam,” tegasnya.

2. Dinsos Batam akui tidak mengetahui ada suku darat di Pulau Rempang

Lelaki tertua di dalam kelompok Suku Darat Pulau Rempang, Lamat (65) saat memberikan makan hewan ternaknya (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Batam, Leo Putra mengungkapkan bahwa padatnya penanganan permasalahan sosial di Kota Batam membuat pihaknya belum mengetahui adanya Suku Darat di kawasan hutan Rempang Cate, Pulau Rempang.

“Saya tidak mengetahui adanya Suku Darat disana, yang jelas saya akan lebih teliti lagi keberadaan suku darat tadi,” kata Leo.

Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Sosial (Kemensos) dan pihak-pihak lainnya untuk melakukan pengecekan kelompok Suku Darat tersebut.

Koordinasi bersama Kemensos dan pihak-pihak terkait itu untuk mengetahui permasalahan sosial yang tengah dialami suku darat di Pulau Rempang dan menyalurkan berbagai bantuan yang diperlukan.

“Untuk Suku Darat itu saya akan cek dan kordinasi dengan Kemensos untuk penanganan selanjutnya, kasih kami waktu untuk menelaah lagi,” tutupnya.

3. Suku Darat merupakan suku asli lainnya sebelum masuknya BP Batam

Lelaki tertua di kelompok Suku Darat Pulau Rempang, Lamat (65) saat mengeluarkan air di dalam sampannya (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Kelompok Suku Darat di Rempang Cate ini tepatnya berada di Hulu Sungai Sadap (Muara) yang menghubungkan dengan perairan Laut Cate di Pulau Rempang.

Suku Darat merupakan salah satu kelompok yang telah tinggal di Kota Batam jauh sebelum masuknya BP Batam. Namun, setelah masuknya BP Batam dan dimulainya pembangunan wilayah kota, Suku Darat atau Suku Hutan ini berpindah tempat ke tempatnya saat ini.

Hingga kini, Suku Darat di Kota Batam hanya tersisa 9 jiwa keturunan asli, dan kondisinya sangat memprihatinkan, karena tidak mendapati pasokan air bersih, ekonomi yang tergolong miskin ekstrem, tidak adanya sekolahan hingga tidak adanya fasilitas kesehatan.

Bahkan untuk bertahan hidup, kelompok Suku Darat ini dapat terus bertahan hidup sehari-hari dengan mengonsumsi berbagai hasil hutan dan mencari ikan menggunakan perahu di seputaran hulu sungai Sadap.

Meski beberapa bulan terakhir di pemukiman Suku Darat ini sudah dialiri listrik, namun hal tersebut bukanlah program pemerintah, melainkan didapati dari pihak swasta yang peduli atas keberadaannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team