Jurnalis menggelar unjuk rasa protes terhadap tindakan intimidasi diduga dilakukan Paspampres yang melarang dua awak media melakukan wawancara kepada Wali Kota Medan Bobby Nasution. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Terpisah, Komandan Paspampres Mayjen Agus Subianto menyampaikan klarifikasinya. Agus menyampaikan, dua jurnalis itu dianggap sebagai orang yang masuk ke Pemko Medan tidak sesuai dengan prosedur.
“Di awali datang 2 orang, masuk ke pemkot tidak sesuai prosedure dan tidak menggunakan tanda pengenal, kwmudian dicegah oleh polisi dan satpol PP, kemungkinan ditegur tidak terima,” ujar Agus lewat pesan singkat.
Sayangnya Agus enggan menanggapi pertanyaan lebih lanjut dari IDN Times.
Dalam unjuk rasa itu, Hani, salah satu korban juga menyampaikan testimoni kekecewaannya. Kejadian itu bermula saat mereka menunggu Bobby pada Rabu (14/4/2021) sore.
"Dari awal menunggu kami sudah didatangi Satpol PP, terus ditanya dari mana, mau ngapain. Terus oknum itu bilang enggak boleh harus izin dahulu, harus ada jadwal. Kami jawab hanya sebentar saja enggak lebih dari dua menit," katanya.
Hani melanjutkan, oknum Satpol PP tersebut mengaku mendapat arahan dari Paspampres untuk mengusir mereka. "Setelah ada perdebatan di antara kami dengan petugas Satpol PP, dia masuk lagi. Di situ saat kami sedang menunggu sudah seperti dipantau. Beberapa kali tim keamanan lihat kami," ungkapnya.
Hani dan rekannya saat itu juga terlibat perdebatan dengan Paspampres. Saat itu Hani merasa diintimidasi karena salah satu Paspampres membentaknya untuk mematikan dan meminta menghapus rekaman kejadian.
“Paspamres meminta mematikan rekaman sambil menunjuk-nunjuk. Saya merasa diintimidasi. Teman saya yang memvideokan itu juga disuruh mematikan video,” ungkap Hani.
Selain meminta menghapus rekaman, Paspampres lainnya juga menyebut soal hukum mengganggu ketentraman dan kenyamanan orang lain. Padahal sudah menjadi tugas jurnalis untuk menggali informasi yang berimbang. Setelah cekcok itu, mereka memilih pergi meninggalkan lokasi.“Dia bilang kalau mengganggu kenyamanan itu melanggar hukum,” ujarnya.
Untuk diketahui, jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 18 Undang-Undang Pers menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik dapat dipidana kurungan penjara selama dua tahun, atau denda paling banyak Rp500 juta.