Partisipasi Rendah Gegara Warga Memilih Kerja Dibanding Mencoblos

Medan, IDN Times - Pengamat Politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Indra Fauzan menyoroti rendahnya partisipasi Pemilihan Umum (Pemilu) untuk Pemilihan Kepala Daerah, khususnya daerah Sumut ataupun Medan sekitarnya.
Dia menilai bahwa, tahun politik ini menjadi kontestasi elit. Sehingga, masyarakat cenderung enggan untuk memilih.
"Masyarakat yang memang mungkin mereka lebih baik mencari uang, kerja karena memang yang libur itu untuk para sektor-sektor perkantoran, tapi masyarakat di sektor informal lebih banyak daripada disektor formal. Sehingga, mereka lebih cenderung untuk ke tempat lokasi mereka bekerja petani, berdagang kemudian yang bekerja disektor non formal juga lebih memilih ke tempat pekerjaan mereka. Jadi itu masih ada," ujarnya pada IDN Times, Kamis (12/12/2024).
Diketahui, menurunnya partisipasi pemilih pada pesta demokrasi 5 tahun yang lalu dibandingkan tahun ini untuk golput atau jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yakni, Pilkada Sumut 2018. Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) tercatat sebanyak 9.050.958 orang. Dari jumlah tersebut, partisipasi pemilih mencapai 64,48 persen atau 5.834.467 orang, sementara jumlah golput mencapai 3.216.491 orang atau 35,52 persen.
Sedangkan Pilkada Sumut 2024, DPT meningkat menjadi 10.771.496 orang. Namun, partisipasi pemilih tercatat hanya 5.654.922 orang atau 52,5 persen, menurun dibandingkan 2018. Jumlah golput mencapai 5.116.574 orang atau 47,5 persen dari total DPT.
Sementara itu, partisipasi pemilih di Pilkada Medan hanya sebesar 34,8 persen. Menurun jauh dari capaian KPU Medan pada Pilkada 2020 lalu yang mencapai 46 persen.
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) pada Pilkada Medan 2024 yakni sebanyak 1.799.421 pemilih. Namun hasil dari rekapitulasi perolehan suara di Pilkada Medan 2024, jumlah pemilih yang 626.309 saja yang terdiri dari suara sah sebesar 611.566 suara dan suara tidak sah 22.564. Artinya 1.187.855 surat suara menjadi tidak terpakai.
1. Perlunya dorongan gen Z untuk memberikan hak suara ke TPS
Kemudian, lanjut Indra, gen Z juga perlu dorongan yang kuat agar mereka mau datang ke TPS.
Sehingga, mereka dapat berpikir untuk mengumpulkan kesadaran kalau mereka memiliki hak pilih dan penting bagi mereka.
"Sehingga, stereotip yang muncul di masyarakat bahwa siapapun yang akan terpilih akan jadi seperti ini saja itu tidak akan muncul," ucapnya.
Tak hanya itu, dia berpendapat bahwa dekatnya penyelenggaraan antara Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) jaraknya dekat dari bulan Februari ke November 2024. Sehingga, ini ada kejenuhan dari masyarakat untuk memilih.
"Apalagi, ini terjadi perubahan-perubahan politik itu terasa cepat. Sehingga, memunculkan ketidakpercayaan masyarakat kepada elit misalnya kita bisa melihat dominannya KIM dan KIM Plus yang akan menang. Sehingga, masyarakat melihatnya ini pertarungan elit kita hanya sebagai objek dari pemilih itu sendiri. Dan terakhir kalau di Sumut kita melihat ada beberapa daerah yang kena atau terdampak dari bencana seperti di Karo dan Medan sehingga saya rasa hujan kemaren itu cukup memengaruhi masyarakat untuk datang ke TPS," tambahnya.