Orangutan Sumatra adalah satwa yang masuk dalam daftar terancam punah, karena deforestasi hingga perburuan. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Kata Eddy, warga terpaksa menangkap orangutan itu karena tidak paham itu dilindungi. Warga pun sering melihat orangutan di hutan sekitaran kebun mereka. Sehingga orangutan dianggap hal yang biasa. Namun, mereka menganggap itu menjadi tidak biasa, karena masuk ke dalam perkebunan. Mereka khawatir diserang orangutan.
Selama ini, warga memang tidak pernah mendapat sosialisasi dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut terkait satwa dilindungi dan mitigasi konflik. Sehingga apa yang dilakukan seperti menangkap dan menghidupkan petasan datang dari inisiatif mereka sendiri.
“Sosialisasi sangat perlu kami di sini. Karena bukan hanya orangutan yang ada. Harimau pun pernah kami jumpa di sini. Pernah harimau terjerat di Kutakendit. Kena jerat warga,” katanya.
Junaedi Sembiring, warga Desa Kutambelin yang juga ikut saat menangkap orangutan mengatakan, kekhawatiran masyarakat juga didasari oleh cerita – cerita yang berkembang. Di kalangan masyarakat, tersiar cerita soal orangutan yang menculik anak – anak. Orangutan menculik anak salah satu warga di sana saat ditinggalkan di pondok kebun.
“Itu cerita – cerita dulu. Jadi ada doktrin mawas ini jadi musuh. Walaupun cerita itu belum tentu benar,” kata Junaedi.
Junaedi juga bercerita soal peristiwa orangutan yang dibunuh dan dimakan dagingnya. Kata Junaedi, cerita ini berkembang di Desa Perbulen, Kecamatan Laubaleng, Karo.
“Seperti ada karma. Yang makan dagingnya itu kemudian meninggal berturut – turut. Makanya semalam kami pesankan supaya itu orangutan jangan sampai dibunuh,” katanya.
Junaedi juga sepakat jika kelak di desanya ada sosialisasi tentang satwa dilindungi. Sehingga masyarakat bisa mengetahui dan tidak melakukan ha-hal yang membahayakan baik kepada satwa atau dirinya sendiri. Apalagi pertemuan dengan satwa liar serig dialami warga. Khususnya di kebun yang dekat dengan hutan.
“Sosialisasi bisa melalui pemerintah desa. Jadi masyarakat dikumpulkan dan diberikan pemahaman. Jadi kalau ada kejadian, kami di sini bisa tahu cara mengatasinya,” ungkapnya.
Konflik satwa dengan manusia masih kerap terjadi. Khususnya pada daerah pemukiman yang dekat dengan kawasan hutan.