Medan, IDN Times – Institusi kepolisian terus menjadi sorotan dalam beberapa waktu belakangan. Sejumlah kasus kekerasan terjadi. Korbannya adalah masyarakat sipil.
Sebut saja kasus oknum polisi yang membanting mahasiswa yang berunjuk rasa bertepatan gelaran rapat Paripurna HUT ke-389 Kabupaten Tangerang, Rabu (13/10/2021) lalu. Kemudian, kasus pemukulan oknum Polantas terhadap masyarakat yang diduga melanggar lalulintas di Kabupaten Deliserdang, Rabu (13/10/2021) lalu. Kasus-kasus ini dikategorikan sebagai penggunaan kekuatan berlebihan (Excessive Force).
Jargon polisi yang selama ini dianggap pengayom masyarakat kian luntur. Meskipun, masih banyak juga polisi yang betul-betul menjalankan tugasnya sesuai kewenangan.
Kasus-kasus kearoganan oknum polisi ini justru muncul di saat institusi penegak hukum itu terus membangun citra baiknya.
“Saya kira ini jadi satu persoalan serius. Menunjukan ada yang tidak beres dalam reformasi kepolisian kita. Besarnya ruang yang diberikan pada kepolisian dalam menjaga ruang ruang sipil sejak era reformasi sesungguhnya menunjukan tingginya harapan publik pada institusi kepolisian pada saat itu. Mengingat sebelum reformasi, masyarakat sipil hidup dalam bayang bayang aparat keamanan yang sangat militeristik,” kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatra Utara Amin Multazam lubis, Selasa (19/10/2021).