ilustrasi nelayan dan hasil tangkapannya (dok. fish go)
Ketua Aliansi Nelayan Sumatera Utara (ANSU) Sergai, Irwan Syahril, menilai dampak dari aktivitas kapal trawl ini sudah sangat merusak. Selain mengganggu hasil tangkap nelayan tradisional, trawl juga menghancurkan ekosistem laut seperti terumbu karang.
"Saat ini yang merasakan dampak dari aktivitas ratusan kapal pukat trawl tersebut sebanyak 8.000 orang nelayan tradisional di 5 kecamatan di Sergai," jelas Irwan.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan, serta kapal besar hingga 30 GT ikut masuk ke zona tangkap nelayan yang seharusnya hanya boleh digunakan kapal kecil.
"Sekarang bukan hanya pukat trawl dengan kapasitas kapal 4 GT dan 5 GT saja yang beroperasi di zona tangkap nelayan tradisional Sergai, tetapi kapal 30 GT ke atas sudah ikut beroperasi di zona tangkap yang jaraknya hanya satu mil dari bibir pantai," tegas Irwan.
ANSU berencana membawa aspirasi ini ke DPRD Sergai, DPRD Sumut, hingga DPR RI, serta mendorong agar kewenangan pengawasan laut dikembalikan ke kabupaten/kota.
Terpisah, Kasat Polair Polres Sergai, AKP P. Sitinjak, mengatakan pihaknya akan mengedukasi penggunaan alat tangkap ramah lingkungan dan akan berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk langkah penindakan lebih lanjut.