Tangkapan layar olah gerak KIA Vietnam di laut Anambas (Dok: IOJI)
Sementara itu, Senior Analyst dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Imam Prakoso membenarkan adanya indikasi aktivitas kapal ikan asing asal Vietnam yang masuk ke wilayah perairan Indonesia di perairan Anambas dan laut Natuna Utara.
Berdasarkan pemantauan Automatic Identification System (AIS), sebuah kapal berbendera Vietnam dengan nomor MMSI 574700209 terdeteksi berada di sekitar perairan Anambas pada 26 Maret 2025. Temuan ini bersumber dari LLoyd's Intelligence Seasearcher.
"Kami tidak bisa memastikan jumlah pasti kapal asing yang masuk, dan diduga melakukan penangkapan ikan ilegal sepanjang 2025, tetapi tren ini selalu berulang sejak 2021. Biasanya, intensitas masuknya kapal asing menurun di awal tahun dan kembali meningkat mulai Maret," kata Imam melalui pesan singkatnya, Jumat (4/5/2025).
IOJI juga telah menyampaikan surat resmi kepada pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri pada 25 Maret 2025. Surat tersebut mendorong upaya diplomasi bilateral dengan Pemerintah Vietnam sesuai dengan hukum internasional, untuk mencegah kerusakan berulang pada ekosistem Laut di Kepulauan Anambas dan Natuna Utara akibat praktik penangkapan ikan ilegal.
"Mayoritas KIA yang terdeteksi melakukan illegal fishing di Laut Natuna dan Anambas berasal dari Vietnam," tutupnya.
Selain permasalahan KIA, pada akhir tahun 2024 lalu, IOJI turut memperingatkan kehadiran kapal China Coast Guard (CCG) yang terus berulang di perairan Laut Natuna Utara. Hal itu menjadi indikator bahwa wilayah ini tetap menjadi titik rawan konflik bagi Indonesia.
Menurut Imam, pemerintah perlu meningkatkan perhatian serta memperkuat keamanan di kawasan ini, terlebih di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"IOJI mengapresiasi Bakamla RI dan TNI AL yang telah sigap merespons kehadiran kapal CCG di Natuna Utara. Kejadian ini menjadi pengingat bahwa wilayah ini perlu perhatian besar dari Pemerintah Indonesia," kata Imam, Selasa (5/11/2024).
Dalam beberapa bulan terakhir, kapal-kapal riset, milisi perikanan, hingga CCG dari China berulang kali memasuki wilayah Natuna Utara, memicu ketegangan di area tersebut.
Pada Oktober 2024, insiden kembali terjadi ketika kapal CCG mencoba mengganggu aktivitas eksplorasi migas Indonesia di zona timur Laut Natuna Utara yang tumpang tindih dengan klaim teritorial China. Indonesia pun merespons dengan mengirimkan armada Bakamla RI dan TNI AL untuk mengawal kegiatan eksplorasi migas di kawasan tersebut.
Imam menekankan, kehadiran CCG adalah ancaman yang tidak akan mudah hilang karena kapal-kapal tersebut kerap melakukan rotasi patroli secara intrusif.
"China Coast Guard akan terus hadir hingga survei di kawasan itu dihentikan atau berakhir," tambah Imam.
Imam mengingatkan, ketegangan di Laut Natuna Utara berpotensi menjadi bom waktu. Pembangunan pulau-pulau militer dan patroli rutin China Coast Guard di Laut China Selatan semakin meningkatkan kekhawatiran tersebut.
"Sebagai negara terbesar di ASEAN, sudah saatnya Indonesia mengambil langkah serius untuk menyiapkan strategi keamanan di Laut Natuna,” ujarnya.
Ia melanjutkan, Indonesia perlu meningkatkan kerja sama dengan negara-negara di ASEAN untuk menjaga stabilitas kawasan agar tidak hanya Natuna, tetapi juga wilayah-wilayah lain tetap aman dari potensi konflik.
Selain itu, penguatan keamanan di Laut Natuna juga tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Imam menekankan, pemerintah sebaiknya tidak hanya bersikap reaktif terhadap insiden yang terjadi
"Kita tidak boleh hanya seperti pemadam kebakaran. Penguatan keamanan laut Indonesia harus menyeluruh dan terintegrasi," pungkasnya mengakhiri.