Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Aktivitas Suku Laut di Pulau Sumpat, Kabupaten Bintan, Kepri (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Batam, IDN Times - Di tengah gempuran modernisasi dan pengembangan kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tanjung Sauh, Kota Batam, terdapat ratusan kepala keluarga yang terancam dipindahkan ke hunian baru. 

Dari ratusan kepala keluarga di kawasan PSN tersebut, terdapat kehidupan tradisional Suku Laut Air Mas di Tanjung Sauh yang turut menjadi korban dari pengembangan kawasan ini.

Kaca, seorang warga Suku Laut berusia 53 tahun, mengisahkan bagaimana dirinya dan penduduk lain harus menghadapi kenyataan pahit relokasi.

"Kami dilema dengan pembangunan ini, tapi bagaimanapun harus tetap kami hadapi," kata Kaca, Kamis (27/6/2024).

1. Warga lebih nyaman di hunian lama

Suku Laut di Pulau Tanjung Sauh Batam saat menjalani aktifitas sehari-hari (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Kaca menjelaskan, pihaknya mendapati informasi relokasi dari pihak pengelola kawasan PSN Tanjung Sauh, Panbil Group sejak tahun 2023 lalu. Pihak pengelola menjanjikan biaya kompensasi dan hunian baru kepada warga setempat.

Namun, bagi Kaca dan sebagian besar warga lainnya, tempat tinggal mereka saat ini lebih nyaman. "Kalau saya dipindahkan tetapi tidak di dekat laut, saya akan tinggal di laut saja," kata Kaca.

Hidup di pesisir memungkinkan mereka untuk menyimpan kapal dan barang-barang lainnya dengan aman di laut. Sertifikat hunian baru yang dijanjikan tidak cukup untuk mengubah pendirian mereka.

Kaca mengingat kembali bagaimana ia dan keluarganya telah tinggal di Tanjung Sauh selama hampir 40 tahun.

"Dari umur 8 tahun, saya sudah di sini. Sekarang umur 53 tahun. Dulu kami diberikan izin tinggal di sini oleh penghulu dari Ngenang, bahkan disuruh berkebun jika mau," kenangnya. Namun, tidak ada surat tertulis yang menguatkan izin tersebut.

2. Dilema relokasi warga Tanjung Sauh

Editorial Team

Tonton lebih seru di