Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ibu dari siswa yang dihukum duduk di lantai karena tak mampu bayar SPP (IDN Times/Eko Agus Herianto)
Ibu dari siswa yang dihukum duduk di lantai karena tak mampu bayar SPP (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Medan, IDN Times - "Mak, aku malu loh, Mak, disuruh duduk di semen karena belum mengambil raport."

Kalimat itulah yang membuat batin seorang ibu bernama Lia teriris.

Pasalnya, anak laki-lakinya yang masih duduk di bangku kelas 4 SD itu dihukum wali kelasnya duduk di lantai. Hal ini merupakan buntut dari anaknya bernama Mail (nama samaran) yang belum membayar uang SPP dan belum mengambil raport.

Dirinya yang bekerja sebagai seorang relawan kesehatan dan suaminya yang merupakan seorang kuli bangunan, membuat mereka menjadi keluarga yang kurang dalam segi ekonomi.

1. Video dihukum guru duduk di lantai viral

Video viral anak SD dihukum duduk di lantai karena belum bayar SPP (dok.Istimewa)

Praktek relasi kuasa yang dilakukan seorang guru dalam menghukum muridnya kembali menjadi sorotan publik, terlebih apa yang baru saja terjadi di Kota Medan. Di sebuah sekolah swasta yang berada di Kecamatan Medan Johor, menuai atensi publik karena salah seorang wali kelas menghukum anak didiknya dengan belajar di lantai.

Usut punya usut hal tersebut diduga terjadi karena siswa berusia 10 tahun itu belum mampu membayar uang SPP. Video yang menunjukkan kemarahan orang tua anak yang masih duduk di bangku kelas 4 itu telah viral di media sosial dan mendapat beragam reaksi simpatik dari netizen.

Teriris betul hati ibunya yang bernama Lia begitu melihat anaknya dihukum oleh gurunya sendiri karena belum mampu membayar uang SPP. Awalnya Lia tidak percaya, namun setelah ia datang ke sekolah ternyata benar bahwa anaknya dihukum dengan duduk di lantai.

"Saya yang bersalah, karena saya belum bisa membayar uang SPP anak saya. Pada saat mau ujian kemarin, saya sempat meminta dispensasi kepada Kepala Sekolah untuk ujian. Jadi sampailah pembagian raport itu, karena saya belum bisa bayar (SPP) jadi tidak berani ke sekolah," ujar Lia kepada IDN Times, Jumat (10/1/2025) sore.

Lia mengatakan bahwa pihak sekolah sebelumnya telah mengumumkan bahwa siswa yang belum membayar SPP tidak dibenarkan mengikuti pelajaran. Yang awalnya dirinya tidak percaya dengan imbauan itu, namun pada akhirnya anaknya sendiri mengatakan bahwa di sekolah dirinya disuruh duduk di lantai.

"Hari Senin anak saya masuk sekolah, tanggal 6 Januari. Sebelumnya saya tidak tahu anak saya dihukum dengan disuruh duduk di lantai. Jadi dia nggak ada cerita, sampai di hari Selasa dibuat lagi pengumuman di dalam grup, bagi yang belum menerima raport, belum lunas SPP, dan membayar uang buku, untuk datang ke sekolah karena tidak dibenarkan anaknya mengikuti pelajaran," lanjutnya.

2. Selama ini anak bayar SPP dengan menggunakan KIP karena orang tuanya kesulitan ekonomi

Siswa berasal dari keluarga kurang mampu (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Lia merupakan seorang relawan di salah satu lembaga kesehatan yang ada di Medan. Sementara suaminya merupakan seorang pekerja bangunan yang saat ini sedang merantau.

Permasalahan ekonomi membuat keluarga Lia sukar dalam menjalani hidup. Termasuk membayar SPP anak-anaknya.

"Rabu pagi, saya suruh anak saya ke sekolah duluan. Saya bilang 'kamu duluan nanti, mamak jual handphone biar bisa bayar SPP'. Anak saya bilang, 'Mak, aku malu loh, Mak. Karena duduk di semen gara-gara belum mengambil raport'. Ternyata anak saya (dihukum duduk di lantai) sejak hari Senin katanya," imbuh Lia.

Semula ia tidak percaya, namun saat dirinya datang ke sekolah anaknya alangkah terkejutnya ia melihat Mail belajar di atas lantai. Sementara siswa yang lain belajar dengan menggunakan meja dan bangku. 

"Saya sempat nangis 'ya Allah kok begini sekali, sampai saya ke pintu kelas'. Saya lihat anak saya memang duduk di lantai. Saya bilang 'kejam sekali gurumu, nak'. Kemudian wali kelasnya datang dan berkata kalau ada peraturan bagi yang belum bayar dan lunas tidak dibenarkan ikut sekolah. Anak saya disebutnya sudah disuruh pulang tetapi tidak mau pulang," bebernya.

Perkara ini disebut Lia sudah sampai ke telinga kepala sekolah. Berdasarkan pengakuannya, kepala sekolah tidak mendengar kabar tersebut dan tidak ada peraturan yang membenarkannya pula.

"Tadi ada relawan datang, kepala sekolah juga sempat datang dan bilang masalah uang sekolah tidak usah dipikirkan. Saya tetap bermohon minta dispensasi (karena kurang mampu), biasanya anak saya mendapat bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Karena tahun 2024 belum cair, itulah akhirnya menunggak," sebutnya.

3. Banyak relawan yang sudah membantu mereka

Ibu dari siswa yang dihukum duduk di lantai karena tak mampu bayar SPP (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Sejauh ini, sudah ada sejumlah relawan yang membantu anak Lia. Karena 2 orang anaknya yang duduk di bangku kelas 4 dan kelas 1 masing-masing belum membayar SPP.

"Kalau SPP si anak Rp60 ribu dikali 3 bulan. Adiknya yang kelas 1 Rp70 ribu dikali 3 bulan. Jadi tadi ada relawan yang langsung telepon dan video call, mereka juga membantu biaya anak saya," kata Lia.

Selama ini ketika pergi dan pulang sekolah, Mail dan adiknya berjalan kaki. Lia mengatakan bahwa 2 anaknya itu memiliki semangat dalam belahar.

"Kasus ini tidak saya laporkan. Saya cuma mau besar hati wali kelas untuk meminta maaf jangan lagi membuat seperti itu. Kalau untuk ke ranah hukum, tidak. Saya mau semoga tidak ada lagi korban seperti anak saya," pungkasnya.

4. Wakil Ketua DPRD Sumut: hukuman ini tidak bisa dibenarkan

Wakil Ketua DPRD Sumut bantu sampaikan masalah yang dialami (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Wakil Ketua DPRD Sumut dari Fraksi Gerindra, Ihwan Ritonga, juga terpantau telah mendatangi rumah Lia dan anaknya. Ia mengatakan bahwa kejadian yang menimpa anak Lia merupakan berita yang cukup miris, apalagi hal ini terjadi di instansi pendidikan. 

"Gara-gara telat bayar uang sekolah selama 3 bulan, lantas jadi disuruh belajar di lantai. Kita sangat prihatin karena memang itu merusak psikologis anaknya. Niat dia bagus mau belajar. Ketika hukuman seperti ini (dilakukan) karena ekonomi orang tua kurang, ini tidak bisa dibenarkan," tegas Ihwan Ritonga. 

Kejadian itu disebutnya menjadi evaluasi yang akan terus pihaknya sampaikan. Baik kepada kepala Dinas Pendidikan Kota Medan maupun Menteri Pendidikan.

"Soal evaluasi intruksi kepada sekolah-sekolah, hal-hal seperti ini tidak dibenarkan (hukuman). Jika tidak bisa membayar uang sekolah, ya disampaikan kepada orang tua dan tidak perlu diketahui siswa. Karena ini merupakan generasi bangsa ke depan," lanjutnya.

Tak hanya itu, ia ingin Pemerintah Kota Medan memberikan teguran. Dan menjadi ini sebagai intropeksi sekolah negeri atau swasta. 

"Kalau tidak mampu membayar sekolah, setidaknya jangan anaknya yang kena. Carikan solusi yang lain daripada seperti ini. Ini saya juga akan segera hubungi Dinas Pendidikan untuk segera diusut dan ditegur sekolahnya. Di sini juga saya dan menyelesaikan masalah ini sampai anak ini tamat SD. Jadi 2 tahun setengah kita lunasin sekaligus. Ini kami serahkan kepada Ibu apakah tetap di sekolah tersebut atau pindah sekolah," pungkasnya.

Editorial Team