Rimba Zait Shalsyabill Nasution sebagai Staff Analisis Data dan Kampanye di Yayasan Srikandi Lestari (Dok. Pribadi for IDN Times)
Hal yang sama juga dikatakan Rimba Zait Shalsyabill Nasution sebagai Staff Analisis Data dan Kampanye di Yayasan Srikandi Lestari. Dia menjelaskan bahwa tren gerakan mahasiswa gen Z saat ini hanya mengikuti isu yang berkembang atau fomo jadi terkesan stagnan. Sehingga, sulit untuk bisa menggebrak atau mendobrak satu kebijakan yang sewenang-wenang tersebut.
Meskipun dirinya juga termasuk dalam gen Z, dan mengikuti tren gerakan ini dimulai sejak tahun 2019. Dia menilai tren gerakan mahasiswa kini juga berdampak pada jaman sekarang yang semakin canggih dan berkembang pesat dalam pemanfaatan teknologi.
Disatu sisi dia juga sempat terpikir untuk dapat menyatukan ataupun menyelaraskan gerakan dari berbagai macam organisasi atau berbagai macam elemen masyarakat, berdasarkan misi dan visi yang sesuai dengan isu sehingga tidak ada kesalahpahaman.
Terkait muda mudi yang tampak cuek dalam dunia politik, dia menilai bahwa sebagain mahasiswa memahami dan sebagian tidak memahami politik. Namun, yang memahami politik ada rasa kecewa karena ketidakadilan.
Sedangkan untuk gaya idealisme yang biasa digaungkan oleh Rimba dalam pergerakannya untuk menyuarakan ketidakadilan merujuk berbagai isu nasional adalah kesetaraan.
"Kita setara sebagai manusia, kita setara kita punya hak yang sama, kita berhak untuk suara, kita bebas untuk berekspresi, kita setara. Itu yang kerap aku gaungkan gerakan itu jadi gak ada yang tinggi atau rendah, anak baru atau anak lama gitu gak ada, itu lah kesetaraan. Mau dia bergabung, atau gagasan kita bakal terima nantinya," katanya.
Dia menilai bahwa tren pergerakan mahasiswa mulai berubah dengan memanfaatkan media sosial digital.
“Aku kerap kali memang melihat digital itu sangat digemari dan disenangi oleh kaum muda saat ini, khususnya gen Z karena didalam media sosial itu bisa lebih berekspresi, lebih banyak fitur dan desain gambar perlawanan. Namun, lagi-lagi aku menganggap itu kurang untuk kita menggebrak apalagi membuat satu perubahan di media sosial. Bisa, ya bisa seperti membuat petisi. Tapi kalau itu pun sudah jutaan orang tandatangani petisi itu sehingga bisa mempengaruhi kebijakan itu bisa. Tapi kecil kemungkinan rasio perubahan," jelasnya.
Menurutnya, pergerakan gen Z saat ini agak berubah dan agak takut untuk turun ke jalan.
"Karena lagi-lagi kalau kita turun ke jalan sering kali dihadapkan sama aparat, nanti aparat itu represif duluan kita udah damai-damai ternyata dia duluan yang represif. Itu sering terjadi sebetulnya dan ini yang membuat media sosial menjadi alternatifnya untuk mencurahkan emosionalnya terkait kondisi dan situasi. Itu yang membuat tren baru dikalangan gen Z dalam gerakan di media sosial ketika dijalanan sudah tidak lagi mendapatkan rasa Aman akhirnya gen Z lari ke media sosial yang menurutnya ada rasa Aman walaupun gak Aman karena ada undang-undang ITE juga," tambah Rimba.
Merujuk pada peringatan Hari Sumpah Pemuda, Rimba berharap gen Z bisa lebih mendalami maknanya.
Sementara itu, terkait relevansi menyuarakan ketidakadilan melalui turun ke jalan, Rimba mengatakan sangat perlu dan sangat penting. Sebab, baginya, jalanan itu adalah perjuangan yang sesungguhnya.
"Jalur perjuangan sesungguhnya adalah jalanan. Aku menganggapnya seperti itu, karena dijalanan itu adalah panggung terbesar untuk bisa berekspresi, panggung terbesar untuk bisa menyuarakan keresahan-keresahan yang terjadi. Benar-benar dimuka umum," katanya meskipun berbeda hal dengan menyuarakan ketidakadilan melalui media sosial ke publik.
"Di media sosial kita bicara ke publik yang kurang nyata, tapi kalau di jalanan kita bicara dimuka umum dengan memandang orang-orang yang nyata. Itu sangat penting menurutku turun ke jalan untuk aksi, itu sangat penting sekali turun ke jalan karena perubahan itu bisa terjadi di jalanan. Aku masih meyakini hal itu untuk terus bisa bersuara," ungkapnya.
Dari hal tersebut, Rimba bersama timnya selalu menyempatkan diri untuk melakukan aksi setiap hari Kamis berlokasi di titik nol Kota Medan. Hal ini guna menyuarakan terkait Hak Asasi Manusia yang sampai hari ini dihiraukan pemerintah.
Gerakan ataupun aksi kamisan ini juga merupakan wadah untuk gen Z agar bisa belajar dalam pergerakan. Sehingga, aksi kamisan ini juga menunjukkan bahwa dijalanan adalah perjuangan sesungguhnya.
"Perjuangan sesungguhnya itu dijalanan menyuarakan kepada banyak orang," pungkas Rimba.