Ilustrasi sungai tercemar limbah. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Pada beberapa kasus di atas pemerintah terkesan diam dan enggan bertindak. Namun beda dengan Pemprov Jawa Barat. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar mencatat ada sembilan perusahaan yang dikenakan sanksi sepanjang 2021 karena membuang limbah tanpa aturan
Prima Mayaningtias, Kepala DLH Jabar mengatakan, perusahaan yang membuang limbah tanpa aturan masih banyak ditemui di wilayah Jabar. Padahal, Pemprov Jabar sendiri sudah sering melakukan tindakan tegas pada pencemar lingkungan.
"Banyak banget (perusahaan tidak taat), kemarin kita temuin banyak limbah B3 tanpa izin, dari situ juga kita proses, dan sudah banyak perusahaan yang kita tutup untuk soal itu," ujar Prima, Sabtu (12/3/2022).
Menurut Prima, dalam kondisi saat ini pencemaran lingkungan oleh perusahaan perlu pengawasan ketat bersama stakeholder di 27 kabupaten dan kota di wilayah Jabar. Pengawasan maksimal, kata dia, bisa turut meminimalisir terjadinya pencemaran lingkungan.
"Jadi memang yang namanya perusahan nakal masih banyak, itu dia akhirnya saya pikir benar harus ada pengawasan insentif bekerja sama dengan teman kabupaten dan kota," ucapnya.
Perusahaan yang melakukan pencemaran lingkungan sepanjang 2021 diketahui berada di beberapa kabupaten dan kota di Jabar. Prima bilang, perusahaan di daerah Bandung Raya, Bekasi dan Karawang, banyak yang sudah diberikan sanksi karena pencemaran lingkungan.
Menurutnya, semua industri yang melakukan pencemaran lingkungan harus teridentifikasi. DLH sendiri dalam melakukan identifikasi pelanggan tidak bisa sekilas, perlu pengawasan maksimal.
"Kita itu detail, jadi pengawas datang ambil sampelnya masuk ke lab, baru kita tahu hasilnya mencemari. Jadi untuk tahu itu kita perlu waktu sampai menunggu hasil lab. Di wilayah Cilamaya kita lakukan pengawasan di 18 industri disungai Cilamaya," katanya.
Soal sanksi, Pemprov Jabar sudah memberikan tindakan tegas. Prima mengatakan, banyak Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) milik perusahaan yang ditutup karena terbukti melakukan pencemaran lingkungan di wilayah sungai secara langsung.
Kemudian, DLH juga menggunakan aturan yang kuat dalam pemberian sanksi. Prima bilang, penegakkan aturan sudah berdasarkan aturan UU bukan lagi peraturan daerah.
"Ditutup (IPAL) sudah dilakukan dan tidak boleh operasional sampai dia melakukan pembenahan, pemulihan, perbaikan yang kita tetapkan. Penengakan lingkungan pakai UU 32, jadi masuk pidana dan perdata, jadi sesuai kasus," kata dia.
Langkah tegas Pemprov Jabar pada pencemaran lingkungan juga dibuktikan langsung oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum. Ia menghentikan sementara operasional pabrik tepung tapioka dan pemanis di Desa Tegalwaru, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Senin (4/10/21).
Operasional pabrik skala besar tersebut dihentikan karena dinilai mencemari Daerah Aliran Sungai (DAS) Cilamaya.
"Hasil komunikasi kami dengan Dinas Lingkungan Hidup, Polisi Lingkungan Hidup, juga dengan dinas kabupaten setempat, bersepakat untuk menghentikan sementara operasional (pabrik). Bukan ditutup atau dicabut, tapi hentikan sementara," ujar Uu.
Akibat pencemaran oleh pabrik tepung tapioka tersebut, Sungai Cilamaya menjadi berwarna hitam dan berbau. Bisa disimpulkan sementara, kondisi itu mengganggu ekosistem makhluk hidup juga mengganggu masyarakat sekitar.
"Masyarakat meminta, sampai ‘ceuk orang Sunda mah ngalengis’ atau menangis. Karena memang bau, air tidak bisa dimanfaatkan," ucapnya.
Tim Penulis: Prayugo Utomo, Anggun Puspitoningrum, Maya Aulia Aprilianti, Tama Wiguna, Azzis Zulkhairil, Bramanta Putra, Muhammad Rangga Erfizal, Muhammad Nasir, dan Ita Malau.