Mengintip Pengolahan Limbah Sampah di Tambang Emas Martabe
Tapanuli Selatan, IDN Times - Jika ngomongin soal tambang, yang terlintas di benak masyarakat umum adalah soal limbah dan dampak lingkungannya. Ya, faktanya memang masih banyak perusahaan tambang di Indonesia yang belum memerhatikan dampak operasionalnya terhadap lingkungan.
Namun Tambang Emas Martabe atau PT Agincourt Resources di Batangtoru, Tapanuli Selatan berbeda. Sejak awal beroperasi tahun 2012, perusahaan grup Astra ini memiliki kepedulian lebih terhadap pengolahan limbah sampah non B3, serta selalu memikirkan dampak operasionalnya terhadap lingkungan.
Dalam hal pengolahan sampah, 60-70 persen sampah dari kegiatan operasional bisa didaur ulang. Sampah plastik dan kertas dijual kepada bank sampah yang ada di sekitar tambang. Ada juga yang dijadikan pupuk kompos, pakan ternak, budidaya maggot, dan lain sebagainya. Sisanya 30 persen yang tidak bisa didaur ulang dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Aek Sirara, Tapanuli Selatan.
"Limbah palet kayu itu kita serahkan ke koperasi Sarop Do Mulana dan limbah jumbo bag kita berikan pada Bank Sampah di Sicanang untuk didaur ulang. Jadi semua sampah dan limbah kita olah dulu semuanya di dalam (tambang) sebelum keluar. Sekitar 70 persen limbah dan sampah bisa kita olah sedangkan sisanya 30 persen kita serahkan ke TPST," ujar Joko Tri Atmojo, Supervisor - Environment Technical Support, Dept. Environment PTAR, Rabu (13/9/2023).
1. PTAR memiliki Waste Sortation Facility untuk pengolahan sampah operasional tambang
Sejak Oktober 2022, PTAR memiliki Waste Sortation Facility (WSF) untuk memaksimalkan pengolahan sampah operasional tambang bekerja sama dengan Koperasi Imajinasi Cerdas Berkarya. Rata-rata 1 hingga 2 ton sampah yang dikelola di WSF.
“Jadi seluruh sampah tambang sebelum keluar disortasi di sini. Total ada 14 jenis sampah terpilah,” terang Joko.
Tak hanya limbah sampah non B3, terkait air sisa proses tambang juga sangat diperhatikan oleh PTAR. Secara umum, untuk penggunaan air dalam proses tambang selalu menggunakan air hasil daur ulang dari proses sebelumnya. Namun jika hujan maka di tempat penampungan air untuk proses tambang akan mengalami kelebihan volume dan akan dialirkan ke Sungai Batangtoru.
Namun sebelum dialirkan ke Sungai Batangtoru, diproses terlebih dahulu agar memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan pemerintah dalam PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Taraf mutu air sisa proses dipantau oleh Tim Terpadu Pemantau Kualitas Air Sisa Proses Tambang Emas Martabe yang secara berkala tiga bulan sekali, sehingga hasilnya konsisten dan memenuhi standar baku mutu,” ujar Purhaman Agustinus, Manager Metallurgy PTAR, Rabu (13/9/2023).
Proses pengambilan sampel air di hulu dan di hilir sungai akan disaksikan oleh akademisi, peneliti, dan perwakilan dari 15 desa lingkar tambang. Sampel akan disegel dan dikirim ke Jakarta di bawah pengawasan tim terpadu dan juga perwakilan masyarakat desa lingkar tambang.
Harapannya proses pengambilan sampel secara rutin ini bisa meyakinkan Masyarakat bahwa proses tambang tidak mencemari Sungai Batangtoru dan sumur bor milik masyarakat sekitar.
“Hasil uji akan dipresentasikan melalui kegiatan Diseminasi. Jadi di situlah nanti segel hasil uji akan dibuka bersama-sama, tidak boleh kami sendiri yang membuka,” ujarnya.
2. Air sisa operasional tambang lebih jernih dibanding air sungai batangtoru

Selain soal baku mutu air, ikan dan biota di Sungai Batangtoru juga terus dipantau oleh PTAR. Karena biota yang ada di sungai menjadi indicator kualitas air sungai.
Pada kesempatan ini, IDN Times diajak langsung untuk mengukur kualitas air sisa proses tambang yang dialirkan ke Sungai Batangtoru. Dua sampel air diambil oleh tim Environmental Monitoring PTAR. Pertama air keluar dari pipa air sisa proses tambang yang mengarah ke sungai. Kedua, air sungai yang belum terkena air sisa proses tambang.
Hasilnya cukup mengejutkan, ternyata air sisa proses tambang yang dialirkan ke sungai lebih jernih disbanding air sungainya sendiri.
“Air sisa proses tambang tingkat kekeruhannya 5.09, sedangkan air sungai 308, artinya air sungai lebih keruh. Sedangkan Ph air sisa proses tambang adalah 7,4, sedangkan Ph air sungai 6.52,” terang Suheri, Supervisor Environmental Monitoring Department Environment PTAR.
3. PTAR mengoperasikan panel surya berkapasitas 2,1 MWP
Kepedulian terhadap lingkungan juga ditunjukkan PTAR dalam hal penggunaan listrik. Sejak 2021 PTAR telah mengoperasikan panel surya berkapasitas 2,1 MWP dengan memakai peralatan processing berupa Instalasi Sleep Energy Recovery (SER) untuk meregenerasi daya agar dapat dipakai kembali. Potensi penghematan energi sebesar 6,49 persen per bulan.
Panel surya dipasang di bagian atap 84 bangunan yang tersebar dia tiga area tambang. Panel surya ini akan secara otomatis mem-back up penggunaan listrik PLN.
“Tenaga listrik yang dihasilnya sekitar 2 persen dari kebutuhan total harian PTAR. Batas maksimal PV yang disarankan oleh PLN adalah 15 persen,” jelas Abimanyu, Administrator General MPDS PTAR.
Menurutnya, untuk instalasi dan perawatan panel surya PTAR bekerja sama dengan PT Pamapersada Nusantara dan bisa diawasi langsung secara online oleh PLN.
“Jadi berapa tenaga yang dihasilkan setiap hari dan berapa yang digunakan bisa dipantau langsung secara online,” terangnya.
Praktik energi terbarukan ini bagian dari Upaya PTAR mendukung Pemerintah Indonesia mengejar target penurunan emisi gas rumah kaca sesuai dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Perjanjian Paris 2015.
Berkat penerapan pertambangan hijau ini, baru-baru ini PTAR menyabet Best Award, 3 gold, dan 3 silver dalam ajang Eco-tech Pioneer Sustainability Awards (EPSA) 2023 yang diselenggarakan oleh Departemen Teknik Lingkungan Undip Semarang.
Best Award diraih PTAR karena sukses mengungguli 16 perusahaan lain dalam penilaian green power innovation, low carbon innovation, eco-hazard innovation, eco-cycle innovation, hydro smart innovation, dan ecosystem protection.