Bangka, IDN Times- Sejak dulu laut Bangka Belitung adalah arena penambangan timah yang masif. Meninggalkan ‘luka’ yang harus disembuhkan untuk para makhluk penghuninya. PT Timah Tbk, grup holding pertambangan MIND ID mengusung program reklamasi yang menjelma jadi model ekonomi biru dengan menggabungkan konservasi, pemberdayaan masyarakat, dan keberlanjutan.
Laut yang dikeruk sejak dulu kini coba dipulihkan lagi. Memberi kehidupan baru bagi ikan, nelayan, dan ekosistem lain yang bernaung di dalamnya.
Pulau Putri, di Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung adalah salah satu lokasi pemulihan. Perjalanan menuju ke sana pada Sabtu, 18 Oktober 2025 menjadi petualangan tersendiri. Setelah dua jam perjalanan darat dengan jarak 89 kilometer dari Pangkalpinang, Ibu Kota Bangka Belitung, IDN Times tiba di Pantai Penyusuk, lokasi titik kumpul.
Dari sana, perahu nelayan mengantar melintasi ombak tenang selama 10-15 menit menuju pulau eksotis ini. Setiba di sana, pesona pulau itu langsung membius dengan batu-batu granit raksasa yang khas Bangka Belitung, seolah mengundang untuk menikmati segarnya air kelapa diiringi lagu-lagu sendu di pinggir pantai.
Namun, keajaiban sesungguhnya tersembunyi di bawah permukaan. Kehidupan bawah laut menjadi pemandangan yang menyejukkan. Ikan-ikan berenang di sekitar terumbu karang yang jadi rumahnya. Ternyata karang-karang itu dirangsang dengan program artificial reef dari PT Timah. Pulau Putri menjadi salah satu area reklamasi.
“Tadinya ini seperti pasir saja. Sekarang sudah banyak karang alami tumbuh. Ikan-ikan juga semakin banyak,” kata Obed Agtapura, salah satu dari penyelam yang merupakan bagian dari staf reklamasi PT Timah Tbk kepada IDN Times.
Obed bersama tiga orang penyelam lainnya melakukan pemantauan langsung perkembangan terumbu karang. Mereka mendokumentasikannya dengan kamera bawah air. Pengunjung juga bisa melihat langsung dengan melakukan snorkeling atau diving menggunakan peralatan lengkap yang bisa disewa.
Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) itu sejak 2012 bergabung sebagai penyelam dan bertugas sebagai tim pemulihan ekosistem pascatambang. Tim selam internal PT Timah berjumlah sekitar 20 orang, dengan 4-5 penyelam khusus monitoring.
“Kami direkrut untuk terlibat dalam perencanaan reklamasi darat maupun laut. Ada tim penyelam dari internal timah yang sudah lama direkrut. Dilatih sekitar 6 bulan. Teman-teman ada yang masyarakat lokal diajak bergabung,” kata pria 39 tahun itu.
Reklamasi bukan sekadar kewajiban administratif, tapi fase di mana alam dikembalikan fungsinya. Program reklamasi laut PT Timah dimulai pada tahun 2016 dengan fokus pada transplantasi karang dan fish shelter. Namun sejak 2020 perusahaan mengubah fokus ke artificial reef, media buatan dari beton yang berfungsi ganda sebagai rumah ikan dan tempat tumbuh karang alami.
“Terkait reklamasi laut, survei ron awal memastikan lokasi reklamasi bisa digunakan dengan metode terumbu buatan. Kami menggunakan fish shelter. Dulu pernah ada transplantasi karang di Pulau Putri. Kenapa fokus ke artificial reef ejak 2020? karena beberapa lokasi keterbatasan bibit karang alami. Jadi kami sediakan media agar karang bisa tumbuh sendiri,” jelasnya.
Hingga kini sekitar 7 ribuan unit artificial reef, transplantasi karang dan fish shelter terpasang di beberapa titik perairan Bangka. Mulai dari Pulau Putri, Sungailiat, Tanjung Ular, Karang Aji, Tanjung Kubu hingga Permis. “Untuk Pulau Putri sendiri hampir 2 ribu unit sudah terpasang hingga kini,” kata Obed.
Berdasarkan data dari Laporan Keberlanjutan PT Timah tahun 2024, khusus artificial reef yang direalisasikan berjumlah 1.920 unit yang tersebar di perairan Kabupaten Bangka (780), Bangka Barat (720), Bangka Tengah (300), dan Bangka Selatan (120).
Setiap enam bulan, tim selam PT Timah bersama akademisi Universitas Bangka Belitung (UBB) melakukan monitoring keanekaragaman hayati dan kualitas air laut. Hasilnya cukup menggembirakan, tingkat biodiversitas laut kini berada pada kategori sedang dan stabil. Indikasi bahwa ekosistem mulai pulih.
“Beberapa spesies target seperti kakap, ikan pepetek, dan ciu mulai muncul di sini,” kata Obed.
Selain itu PT Timah juga menjalankan program restocking cumi-cumi untuk pengkayaan populasi. Telur cumi yang menempel di artificial reef diambil untuk ditetaskan di laboratorium, kemudian dilepaskan ke laut.
“Target kami 20 ribu anakan cumi per tahun. Cumi bangka merupakan salah satu yang khas dari sini,” katanya.
Dampak ekonomi pun terasa untuk masyarakat sekitar. Terutama nelayan. “Para nelayan bisa mencari ikan dan pengunjung bisa datang untuk liburan. Konsep pariwisata dapat konservasinya juga dapat,” ungkapnya.
Kehidupan yang kembali semarak di bawah laut, tak hanya menjadi pemandangan indah. Ia adalah sumber penghidupan yang nyata bagi nelayan di pesisir. Rama (39), salah seorang nelayan yang biasa mencari melaut di Pulau Putri mengatakan program reklamasi PT Timah membuatnya bisa mendapat spot-spot baru untuk mencari ikan. Rama sudah 10 tahun melaut. Sebelumnya dia merupakan teknisi elektronik.
"PT Timah melakukan reklamasi dengan memperbaharui model terumbu karang atau rumah ikan yang rusak. Dengan adanya rumah ikan yang baru ini jadi ada penambahan spot. Walaupun yang lama sudah rusak. Jadi ada rumah baru untuk ikan bertelur. Ada dampak positif untuk kami," kata Rama.
Hal ini membuat nelayan bisa menangkap ikan di lokasi yang lebih dekat dengan pesisir. "Biasanya harus ke tengah cari spot karang-karang alami. Jadi tempat itu baru. Penenggalamannya gak terlalu jauh dari pesisir. Gak sampai satu mil sudah ada rumah baru ikan," tambah pria berusia 39 tahun itu.
Rama biasanya memancing beberapa jenis ikan karang. Seperti ikan kerapu atau jarang gigi. Namun dia lebih rutin menangkap cumi. "Saya biasa turun ke laut kalau cuacanya bagus. Biasanya cumi dan harus ke tengah. Pulang ambil cumi, baru mancing di situ. Untuk pendapatan sehari rata-rata Rp200-300 ribu. Tapi gak tentu juga. Tergantung cuaca," ucap warga sekitar Pantai Penyusuk itu.
Selain itu Rama juga mendapat penghasilan lain dengan merentalkan kapal kecil untuk membawa penumpang menuju Pulau Putri. Biayanya Rp30 ribu untuk satu penumpang. "Biasanya Sabtu dan Minggu. Kalau harian gak ada kecuali ada pengunjung dari luar. Dulu setiap hari ada 1-2 kali menyeberang per hari. Sekarang berharap akhir pekan. Kecuali ada wisatawan luar," ucap Ayah dua anak itu.
