Seruan penolakan PSN Eco City oleh masyarakat Pulau Rempang (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)
Pulau Rempang yang berlokasi tidak jauh dari Singapura, Malaysia dan jalur perdagangan Selat Malaka hingga Selat Singapura menjadi surga bagi para investor.
Pulau yang telah dihuni oleh mayoritas masyarakat Melayu selama ratusan tahun ini ditunjuk sebagai lokasi investasi oleh Pemerintah Kota Batam dan DPRD Batam pada 17 Mei 2004 silam.
Saat itu, enam fraksi DPRD Batam menyetujui masuknya investasi PT Makmur Elok Graha (MEG) yang terafiliasi dengan Tomy Winata untuk melakukan pengembangan Pulau Rempang menjadi Kawasan Perdagangan, Jasa, Industri, dan Eksekutif (KWTE).
Keputusan tersebut dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepahaman kerjasama antara Tomy Winata dengan Pemerintah Kota (Pemko) Batam pada 26 Agustus 2004.
Namun, pada tahun 2005 di masa kepemimpinan Kapolri Sutanto, Peraturan Daerah (Perda) KWTE ini dibatalkan karena dianggap akan mengandung unsur perjudian.
Setelah bertahun-tahun tidak adanya tindak lanjut pengembangan Pulau Rempang, pada tahun 2023 Pemerintah Indonesia menunjuk PT MEG agar kembali mengelola Pulau Rempang.
Kali ini dengan konsep yang berbeda, yakni Eco-City atau Kawasan investasi industri yang didukung sektor pariwisata, berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023. Pengumuman ini disahkan pada 28 Agustus 2023.
Proyek ini bergerak pesat dengan dukungan dari seluruh jajaran lintas instansi di pemerintahan Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo setelah mendapati angin segar dari investor pertama asal China, Xinyi International Investments Limited.
Tidak tanggung-tanggung, nilai investasi yang diberikan oleh Xinyi International Investments Limited mencapai Rp348 triliun hingga tahun 2080.
Pada 7 September 2023, tindakan pemerintah Indonesia yang melibatkan tim terpadu dari kepolisian, Satpol PP, dan Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk mengosongkan lahan di Pulau Rempang memicu protes keras dari masyarakat.
Bentrokan tidak dapat terhindarkan, mengakibatkan ratusan orang terluka, termasuk anak-anak sekolah yang harus dilarikan ke rumah sakit akibat gas air mata yang ditembakkan pihak kepolisian.
Meski sempat mereda, kondisi keamanan dan kenyamanan masyarakat di Pulau Rempang selalu terusik seiring digesanya penyelesaian proses relokasi tahap pertama yang tidak kunjung berhasil dirampungkan.