Martin Setiawan, President Director Schneider Electric Indonesia & Timor-Leste (Dok: Schneider Electric)
Listrik kerap dianggap sekadar kebutuhan praktis—menekan saklar, lampu menyala. Tapi di balik dinding-dinding rumah dan bangunan, risiko mulai mengintai diam-diam.
Sepanjang tahun 2024, lebih dari 60 persen kebakaran bangunan di DKI Jakarta disebabkan oleh instalasi listrik yang tidak aman. Hal senada turut terjadi di Kota Batam—kebakaran bangunan akibat instalasi listrik yang tidak aman turut meningkat sebesar 40,48 persen, berdasarkan data Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan.
Salah satu solusi utama dari masalah ini adalah pemasangan Gawai Proteksi Arus Sisa (GPAS) atau Residual Current Circuit Breaker (RCCB). Perangkat ini secara otomatis memutus aliran listrik saat terdeteksi kebocoran arus, baik ke tanah maupun ke tubuh manusia.
Dengan sensitivitas 30 mA untuk melindungi manusia dari sengatan dan 300 mA untuk mencegah kebakaran, GPAS merupakan garis pertahanan pertama yang kini diwajibkan dalam setiap instalasi baru berdasarkan PUIL 2020 dan Permen ESDM No. 7/2021.
"Tanpa GPAS, kebocoran sekecil apa pun bisa menjadi awal tragedi. Karena itu penting memastikan bahwa alat ini dipasang dengan benar oleh teknisi yang terlatih," kata Martin Setiawan, President Director Schneider Electric Indonesia & Timor-Leste saat dikonfirmasi IDN Times, Minggu (1/6/2025).
Meski Indonesia memiliki lebih dari 100.000 instalatur listrik aktif, hanya sebagian kecil yang telah tersertifikasi. Padahal, instalasi listrik yang aman hanya dapat dijamin bila dikerjakan oleh tenaga profesional, yang memahami standar keselamatan dan mampu memasang sistem proteksi secara tepat.
Melalui pelatihan bersertifikat ini, Schneider Electric ingin menciptakan dampak nyata. Jika setiap instalatur yang dilatih menangani instalasi aman di rata-rata 30 rumah per tahun, maka lebih dari 230.000 rumah akan terlindungi hanya dalam setahun. Angka ini akan terus bertambah dengan pelatihan lanjutan dan edukasi publik yang berkelanjutan.