Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bendera merah putih berdampingan dengan bendera Jolly Roger
Bendera merah putih berdampingan dengan bendera Jolly Roger

Medan, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menanggapi keras reaksi pemerintah dan DPR terhadap pengibaran bendera Jolly Roger, simbol bajak laut dalam serial One Piece. Menurut Direktur LBH Medan Irvan Sahputra, respons itu dianggap berlebihan dan berpotensi menjadi bentuk intimidasi terhadap hak berekspresi warga negara.

LBH menegaskan bahwa pengibaran bendera tersebut bukan tindakan makar, melainkan bentuk kritik sosial.

“Bendera one piece bukan tindakan makar, ini kritik untuk pemerintah,” ujar Irvan, Senin (5/8/2025).

1. Jolly Roger adalah simbol perlawanan

bendera Jolly Roger (dok. Toei Animation/One Piece)

LBH Medan menilai bahwa pengibaran bendera Jolly Roger tidak dapat dikategorikan sebagai makar atau tindak pidana. Tindakan tersebut dinilai sebagai simbol perlawanan rakyat terhadap ketidakadilan dan otoritarianisme, bukan sebagai penghinaan terhadap negara.

“Pengibaran bendera tersebut justru sebagai bentuk kecintaan terhadap bangsa Indonesia, bukan bentuk merendahkan dan menghindari bendera Merah Putih,” kata Irvan.

LBH menekankan bahwa selama tidak ada niat untuk mengganti, menghina, atau merendahkan Merah Putih, maka tidak ada dasar hukum yang bisa digunakan untuk memidanakan tindakan tersebut.

2. Dijamin Konstitusi: kebebasan berekspresi adalah hak

Jolly Roger Bajak Laut Topi Jerami (dok. Toei Animation/One Piece)

Dalam konstitusi Indonesia, kebebasan berpendapat dijamin sebagai bagian dari hak asasi warga negara. LBH Medan menyebut respons pemerintah yang berlebihan justru mengarah pada pelanggaran terhadap hak konstitusional.

“Menyampaikan pendapat, ekspresi, dan kritik dijamin konstitusi sebagaimana amanat Pasal 28E Ayat 3 UUD 1945,” sebut Irvan.

LBH juga mengingatkan bahwa Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang mengatur tata cara pengibaran bendera. Pasal 21 ayat 1 dan 2 mengatur bahwa Merah Putih harus berada di atas jika dipasang bersama bendera lain — bukan melarang pengibaran bendera selain Merah Putih dalam konteks simbolik atau ekspresi budaya.

3. Jangan intimidasi rakyat, perbaiki kinerja negara

Bendera Jolly Roger milik Straw Hat Pirates (dok. Shueisha/One Piece)

LBH Medan menyayangkan jika pengibaran simbol fiktif seperti bendera bajak laut justru dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara. Mereka menyebut bahwa rakyat berhak mengkritik dan menyampaikan kegelisahan sosial, termasuk melalui simbol budaya pop seperti One Piece.

“Harusnya dengan masifnya kritik melalui pengibaran Jolly Roger, pemerintah dan DPR memperbaiki kinerjanya dan menjalankan tugas secara hukum untuk memberikan keadilan dan kesejahteraan terhadap rakyat Indonesia,” pungkasnya.

Belakangan bendera Jolly Roger tengah hangat diperbincangkan. Pengibaran bendera bajak laut menjelang peringatan Hari Kemerdekaan itu masif terjadi di sejumlah daerah.

Pemerintah pun merespon. Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai salah satunya. Pigai menyebut, bendera One Piece bisa dilarang dengan tegas apabila dikibarkan sejajar dengan bendera merah putih.

 

“Kibarkan bendera One Pice sejajar dengan Merah Putih di Hari Besar Proklamasi Kemerdekaan adalah jika dianggap melanggar hukum sebagai bentuk makar, maka pengibaran bendera One Pice bisa dilarang tegas,” kata Natalius dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/8/2025).

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, juga ikut menanggapi. Lebih mirisnya, Dasco justru menilai ada gerakan untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dengan fenomena pengibaran bendera itu.

"Ya kita juga mendeteksi dan juga dapat masukan dari lembaga-lembaga pengamanan, memang ada upaya upaya namanya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," kata dia kepada awak media saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (30/7/2025) malam.

Namun belakangan pernyataan itu diralat. Kata Dasco teranyar, itu merupakan bentuk kreatifitas dari masyarakat.

Editorial Team