Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
AKSI_2.jpg
Massa kelompok perempuan di Kota Medan memasang lilin dan menabur bunga sebagai simbol duka terhadap 10 orang yang tewas imbas dari unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025. Aksi dari berbagai kelompok ini digelar di Titik Nol Kota Medan, Sabtu (6/9/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Intinya sih...

  • Kehadiran TNI dalam urusan sipil menjadi ancaman serius

  • Prabowo harusnya fokus pada pemenuhan tuntutan publik

  • Prabowo harus evaluasi Polri

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Medan, IDN Times - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara kembali mengritik Pernyataan Prabowo Subianto dalam menanggapi tuntutan masyarakat. KontraS menilai, Prabowo belum bisa menghilangkan watak militeristik sebagai prajurit.

KontraS menyoroti pernyataan Prabowo dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi dalam beberapa waktu lalu. Dalam wawancara dengan beberapa jurnalis senior, Prabowo ditanyai soal desakan masyarakat untuk menarik Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari pengamanan unjuk rasa. Namun Prabowo tidak memberikan sinyal akan melakukannya.

“TNI harus kembali ke barak. Bagi KontraS, tuntutan penarikan TNI dari pengamanan unjuk rasa merupakan salah satu tuntutan prioritas di dalam 17+8 tuntutan yang sudah disampaikan,” kata Kepala Operasional KontraS Sumut Adinda Zahra Noviyanti dalam keterangan tertulis, Rabu (10/9/2025).

1. Kehadiran TNI dalam urusan sipil menjadi ancaman serius

AKBAR Sumut menggelar unjuk rasa menentang aksi kekerasan aparat hingga tuntutan pembubaran DPR, Senin (1/9/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Menurut Dinda –sapaan akrabnya-- tuntutan penarikan TNI dari pengamanan sipil merupakan bentuk penolakan masyarakat sipil terhadap pasal mengenai tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang yang salah satunya adalah membantu Kepolisian Negara RI dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban. 

Pasal ini yang ditolak dengan lantang oleh masyarakat sipil pada saat revisi UU TNI beberapa waktu lalu.

“Keberadaan TNI dalam pengamanan ini bukannya memberikan keamanan bagi masyarakat yang sedang ingin menyampaikan pendapat di muka umum tapi justru menyebabkan ketakutan dan ancaman,” katanya.

Prabowo terus-menerus beralasan bahwa keberadaan TNI penting untuk melakukan pengamanan bagi masyarakat sipil. Ditambah lagi adanya tuduhan terorisme atau makar dalam gelombang demonstrasi baru-baru ini, yang mengakibatkan ribuan orang ditangkap, 10 orang tewas, dan berbagai kriminalisasi atas tuduhan provokasi.

“Prabowo seolah menyangkal bahwa gelombang demonstrasi besar-besaran tersebut merupakan kemarahan organik rakyat atas berbagai persoalan ekonomi dan politik yang mempersulit kehidupan mereka, serta arogansi pejabat publik yang menghina rakyat,” katanya.

2. Prabowo harusnya fokus pada pemenuhan tuntutan publik

Aksi unjuk rasa massa AKBAR Sumut di kawasan titik nol Medan, Senin (1/9/2025) (IDN Times/Prayugo Utomo)

Menurut KontraS, jika memang ada kelompok yang memanfaatkan unjuk rasa untuk berbuat rusuhm mengapa para korban, seperti Del Pedro Marhaen dan rekan-rekannya, yang jelas-jelas merupakan aktivis kemanusiaan yang telah bekerja untuk memajukan hak asasi manusia, justru ditangkap dan dikriminalisasi?

“Sifat bengal Prabowo dalam mempertahankan kehadiran TNI di sektor keamanan menguatkan watak militeristiknya. Pendekatan militeristik jelas tidak akan menyelesaikan masalah apa pun, selain meningkatkan potensi perampasan hak berpendapat dan kekerasan yang dialami rakyat,” katanya.

Keberadaan TNI di lapangan, kata Dinda, malah memperkeruh suasana. Mislanya yang ditemukan majalah Tempo terkait dugaan keterlibatan prajurit TNI dalam kerusuhan massa di beberapa daerah. Mulai dari mobilisasi aksi melalui whatsapp hingga melontarkan kalimat provokatif di lapangan.

Pada demonstrasi di Medan pada 1 September lalu, massa aksi menangkap seseorang yang didapati berulang kali berupaya memprovokasi massa untuk melakukan kerusuhan. Orang tersebut mengaku seorang prajurit TNI dari Kodim 0102 Medan.

Namun pengakuan tersebut dibantah oleh Kapendam 1/BB, Kolonel Inf Asrul Kurniawan Harahap.

“Jika begitu, harusnya Kodam 1/BB mendorong kepolisian untuk memproses secara hukum terduga provokator tersebut karena telah mencoreng nama TNI dengan mengaku-ngaku sebagai prajurit TNI. Ini sekaligus untuk membuktikan bahwa provokasi sesungguhnya tidak hadir dari demonstran,” katanya.

Bantahan demi bantahan yang disampaikan para petinggi TNI tidak cukup menampik dugaan keterlibatan prajurit dalam kerusuhan. Berbagai media yang menunjukkan adanya keterlibatan provokatif prajurit TNI dalam demonstrasi harus diusut secara transparan.

Tuntutan untuk mengakhiri keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil dan mengembalikan prajurit TNI ke barak merupakan tuntutan yang tidak dapat ditawar dan harus dipenuhi segera.

“Prabowo seharusnya fokus pada substansi tuntutan yang telah memicu kemarahan publik. Jika tuntutan ini dipenuhi, TNI tidak perlu dikerahkan untuk pengamanan. Lebih lanjut, peran TNI adalah menjaga perbatasan, bukan untuk berhadapan langsung dengan warga sipil,” tukasnya.

3. Prabowo harus evaluasi Polri

Polisi bersiaga di balik tameng saat pengamanan unjuk rasa di depan DPRD Sumut, Selasa (26/8/2025). (SH for IDN Times)

Prabowo juga harus melakukan evaluasi terhadap Polri agar melakukan pengendalian massa sesuai dengan peraturan yang berlaku. Masyarakat sudah lelah dengan berbagai tindak kekerasan aparat kepolisian dalam penanganan massa.

Prabowo juga didesak untuk lebih peka terhadap tuntutan masyarakat. Terkhusus pemenuhan 17+8 yang sudah diberikan waktu jatuh tempo untuk melaksanakannya.

“Jangan hanya melakukan manuver politik yang justru akan menyulut kemarahan lebih besar dari masyarakat,” pungkasnya.

Editorial Team