Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kota Lama Tanjungpinang, Saksi Bisu Akulturasi dari Masa ke Masa

Situasi Kota Lama Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau saat ini (IDN Times / Putra Gema Pamungkas)

Batam, IDN Times - Bangunan berarsitektur khas Tiongkok dan Belanda masih banyak dijumpai di kawasan Kota Lama Tanjungpinang. Bangunan lama ini menjadi saksi bisu akulturasi dari masa kerajaan, penjajahan hingga pemerintahan Indonesia saat ini.

Jauh sebelum tahun 1782, Kota Tanjungpinang sudah eksis karena posisinya yang strategis di Pulau Bintan menjadikannya sebagai pusat kebudayaan Melayu dan lalu lintas perdagangan.

Keberadaan Tanjungpinang semakin dikenal pada masa Kerajaan Johor yang dipimpin oleh Sultan Abdul Jalil Syah. Saat itu ia memerintahkan Laksamana Tun Abdul Jamil untuk membuka suatu bandar perdagangan yang terletak di Pulau Bintan, tepatnya di Sungai Carang pada tahun 1673.

Peranan Tanjungpinang sangat penting sebagai kawasan penyangga dan pintu masuk Bandar Riau atau yang kini diketahui sebagai Kota Rebah.

"Kepiawaian pemerintahan pada masa itu menjadikan Bandar Riau menjadi pusat perdagangan yang besar dan dapat menyaingi Bandar Malaka yang masa itu dikuasai oleh Portugis dan akhirnya jatuh ke tangan Belanda," kata Peneliti Perkotaan, Ifardiyanto saat ditemui di Kota Tanjungpinang, Kamis (7/12/2023).

1. Tanjungpinang semakin diperhitungkan pasca peristiwa perang Riau hingga penguasaan Belanda

Gereja Protestan yang terletak di Kota Lama Tanjungpinang pada tahun 1930 (Arsip Nasional Republik Indonesia)

Sejak peristiwa perang Riau pada tahun 1782-1784 antara Kerajaan Riau dengan Belanda, Kerajaan Melayu Riau mencapai puncak kejayaannya setelah berhasil mengancurkan armada tempur Belanda Malaka's Wal Faren dan mendesak Belanda untuk mundur dari perairan Riau.

Merasa berada di puncak kejayaan, beberapa bulan pasca kemanangan itu, Raja Haji dan pasukan Melayu Riau menyerang Malaka sebagai basis pertahanan Belanda di Selat Malaka. Dalam peperangan itu, pasukan Melayu Riau mengalami kekalahan dan wafatnya komando perang, Raja Haji.

Pada 1 November 1784, terjadi penandatanganan kontrak antara belanda yang diwakili oleh J.P Van Braam dan Sultan Mahmoet dari Riau. perjanjian ini menetapkan Belanda mulai berkuasa di Riau.

Setelah dikuasai Belanda, Tanjungpinang dijadikan sebagai pangkalan militer dan dibangun beberapa benteng pertahanan, antara lain benteng Prin’s Hendrik Fort yang saat ini dialihfungsikan menjadi Rumah Sakit TNI-AL Tanjungpinang.

Selanjutnya Kota Tanjungpinang ditingkatkan statusnya menjadi pusat pemerintahan dari Residentie Riouw en Onderhiriheden yang meliputi Afdeeling Riouw Archipel dan Afdeeling Inderagiri, dengan Residen pertamanya, David Ruhde.

"Saat itu Belanda mulai membangun pusat pemerintahannya di Kota Lama Tanjungpinang, antara lain gedung Residen yang saat ini merupakan gedung daerah Provinsi Kepri, gedung-gedung administrasi, tempat hiburan seperti bioskop dan lokasi pemukiman kolonial yang terpusat di seputar Kota Lama Tanjungpinang," ungkap Ifardiyanto.

Pada masa itu, Kota Lama Tanjungpinang mulai berkembang secara pesat dan masif. Berbagai infrastruktur mulai dikembangkan Belanda pada masa itu, seperti pusat perdagangan di jalan Merdeka hingga tempat-tempat ibadah yang lokasinya sangat berdekatan.

2. Tidak ada perubahan infrastruktur yang signifikan pasca masuknya Jepang ke Tanjungpinang

Pemandangan Kota Tanjungpinang pada tahun 1953 (Arsip Nasional Republik Indonesia)

Residen Belanda yang terpusat di Tanjungpinang runtuh setelah perebutan teritori dengan Jepang yang berlangsung selama dua tahun, 1942 hingga 1945.

Semasa menguasai Tanjungpinang, Jepang tidak ada melakukan perubahaan ataupun melakukan pembangunan gedung-gedung baru, melainkan hanya memanfaatkan gedung-gedung yang telah dibangun Belanda sebelumnya.

"Kalau kita bicara fase, setelah masuknya Jepang ke Tanjungpinang tidak ada pembangunan apapun seperti Belanda sebelumnya, karena tipikal Jepang hanya memanfaatkan apa yang sudah Belanda bangun dan menggali lubang" lanjutnya.

3. Di tangan pemerintah, Kota Lama Tanjungpinang dijadikan destinasi wisata heritage

Pemandangan Kota Lama Tanjungpinang (Diskominfo Kepri)

Masih kata Ifardiyanto, setelah diserahkannya wilayah Kepulauan Riau kepada pemerintah Indonesia pada tahun 1950. Selanjutnya dibentuklah Provinsi Riau yang beribukota di Tanjungpinang.

Namun pada tahun 1959, Pemerintah Indonesia memindahkan ibu kota Provinsi Riau ke Pekanbaru dan Tanjungpinang menjadi ibu kota kabupaten Kepulauan Riau.

Dijelaskannya, sejak tahun 1960 hingga tahun 1970, terdapat kebijakan pemerintah setempat untuk melakukan perubahan bangunan di Kota Lama Tanjungpinang yang awalnya berciri khas arsitektur Tionghoa. Meski dilakukan beberapa perubahan, namun masih dapat dilihat beberapa atap bangunan yang tetap mempertahankan ciri khas genting Tionghoa hingga saat ini.

"Pada tahun 1983, Kota Tanjungpinang selanjutnya ditetapkan sebagai Kota Administratif dan pada tahun 2001 Kota Administratif Tanjungpinang menjadi Kota Tanjungpinang hingga saat ini menjadi Ibukota Propinsi Kepulauan Riau," kata Ifardiyanto.

Sejak tahun 2001 hingga saat ini, berbagai perubahan telah dilakukan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau maupun pemerintah daerah di kawasan Kota Lama Tanjungpinang. Berbagai upaya dilakukan pemerintah agar sejarah di kawasan Kota Lama Tanjungpinang ini tidak pudar.

Menurutnya, berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kepri dalam melakukan pengembangan kawasan ini. Salah satunya dengan cara melakukan studi banding ke beberapa daerah yang juga memiliki kawasan kota lama.

Selanjutnya pemerintah mulai melakukan berbagai kegiatan kebudayaan di kawasan Kota Lama Tanjungpinang yang diselenggarakan secara rutin setiap tahunnya. Hal ini menjadi nilai positif dalam pemasukan daerah Kota Tanjungpinang dan tetap mengedepankan konteks destinasi wisata heritage.

Gebrakan terbaru, Pemerintah Provinsi Kepri melakukan revitalisasi kawasan Kota Lama Tanjungpinang dan menuai pro kontra di kalangan masyarakat setempat.

"Pemerintah melakukan penataan di kawasan Kota Lama Tanjungpinang dan hasilnya menuai pro kontra, bagusnya kawasan ini menjadi lebih tertata dan saat ini di lokasi Kota Lama Tanjungpinang sangat ramah untuk para pejalan kaki. Namun, terdapat juga tanggapan masyarakat yang menilai bahwa pengecetan gedung-gedung dengan warna-warni sangat tidak diperlukan karena menghilangkan kesan Kota Lama Tanjungpinang," tutupnya.

Di lokasi yang berbeda, Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad mengatakan bahwa secara konsisten pihaknya terus melakukan berbagai pengembangan kawasan Kota Lama Tanjungpinang.

"Kota Lama Tanjungpinang terus kita kembangkan. Saat ini lokasi itu sudah sangat menawan dan dapat menarik wisatawan lokal maupun mancanegara melalui berbagai festival kebudayaan yang dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya," kata Ansar.

Dirinya pun berharap dengan adanya revitalisasi ini, dapat menunjang pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang dan meningkatkan pariwisata di ibu kota Provinsi Kepulauan Riau.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Putra Gema Pamungkas
Doni Hermawan
Putra Gema Pamungkas
EditorPutra Gema Pamungkas
Follow Us