Majelis hakim saat menerima berkas tuntutan M Adil yang berisikan 1930 halaman (IDN Times/ Fanny Rizano)
JPU KPK menilai, M Adil terbukti melakukan 3 perkara korupsi. Dimana, korupsi pertama yang dilakukannya yakni, pemotongan 10 persen Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Penyerahan uang dari Kepala OPD itu dibuat seolah-olah sebagai utang. Padahal OPD tidak mempunyai utang kepada M Adil. Namun mengingat M Adil adalah pimpinan dan harus loyalitas, maka OPD mau menyerahkan uang.
Dari pemotongan UP dan GU itu, pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp5 miliar lebih. Total uang pemotongan UP dan GU yang diterima M Adil selama dua tahun sebanyak Rp17.280.222.003,8.
Korupsi kedua yang dilakukan M Adil yakni, menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) dan Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) di Kabupaten Kepulauan Meranti. Dimana, uang suap yang diterima M Adil dari Fitria Nengsih sebesar Rp750 juta.
PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah dalam program Pemkab Kepulauan Meranti. Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta fee Rp3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.
Korupsi yang ketiga, M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau M Fahmi Aressa sebesar Rp1,1 miliar. Dengan maksud agar Kabupaten Kepulauan Meranti mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ditahun 2022.
"Perbuatan terdakwa M Adil bersama Fitria Nengsih sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Maksud unsur pegawai negeri sebagai penyelenggaran negara menerima uang dan janji," jelas JPU KPK.
Uang yang diterima, digunakan M Adil untuk kebutuhan pribadi, operasional bupati, pembelian minuman kaleng dan lainnya. Uang juga diberikan kepada Fitria Nengsih selaku istri sirinya.
JPU KPK menyatakan, atas perbuatan M Adil itu, tidak ditemukan alasan yang dapat menghapus pidana. Baik alasan pemaaf dan pembenaran, hingga M Adil mendapat hukuman yang setempal.
JPU KPK menyatakan, M Adil terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kemudian, M Adil juga terbukti melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Terakhir, M Adil terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa M Adil tidak mendukung pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi dan mencoreng instansi penyelenggara negara. Hal meringankan terdakwa M Adil mengakui perbuatannya, punya tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum," terang JPU KPK.