Dari pertemuan ini, Plt Kepala Dinas Pertanian Aceh Tengah, Juanda mengarahkan agar rombongan dibagi dua tim.
Satu rombongan ke Kampung kopi Tebes Lues untuk mempelajari pengolahan kopi hingga ke tahap ekspor.
Satu rombongan lagi ke Koperasi Petani Kopi Baitul Qiradh Baburrayyan untuk belajar tentang pengembangan indikasi geografis dan pengolahan kopi.
Tiba di koperasi, rombongan disambut oleh Ketua Koperasi Ridwan Husein, Manajer Pabrik Koperasi, Haris dan Humas Koperasi, Iwan Tosah.
Rombongan langsung dibawa melihat ke pabrik pengolahan kopi.
Menurut Iwan Tosah, koperasi menerima greenbean dari petani, lalu akan ditimbang, diuji kualitas baru negosiasi harga.
Koperasi menerima greenbean dari kolektor. Kolektor yang mengumpulkan gabah dari petani dan mengolahnya menjadi greenbean.
"Jadi standar kualitas sudah diajarkan dari level petani hingga kolektor. Misalnya biji kopi yang dijemur diaspal itu tidak akan laku dijual karena memengaruhi kualitas biji kopi," ujar Iwan.
Haris menjelaskan koperasi kopi ini sudah berdiri sejak 2005 dengan anggota hanya 500 orang.
"Sekarang anggotanya sebanyak 5.500 petani yang tergabung dalam 100 kelompok tani atau kolektor. Sedangkan karyawan koperasi berjumlah 100 orang," terangnya.
Semua kopi yang diproses pabrik koperasi adalah milik koperasi petani. Koperasi Baburrayyan mempunyai mesin Huller sebanyak 11 unit disebar ke sejumlah titik agar mudah dijangkau kelompok tani.
Sebanyak 90 persen kebun kopi yang ada di Gayo sudah ada organik. Sisanya masih belajar organik.
"Di sini kami memproses kopi dengan metode semiwash. Proses sampai pengemasan harus sangat teliti karena untuk diekspor. Biji yang terlalu kecil atau pecah akan dijual lokal atau juga ke Medan," jelasnya.
Jumlah ekspor yang dilakukan koperasi ke Amerika Serikat dan Eropa sebanyak 110 kontainer per tahun. Harga satu kontainer mencapai Rp 1,5 Miliar. Artinya koperasi ini memiliki omset hingga Rp165 miliar per tahun dari ekspor kopi saja.
Belum termasuk lagi kopi-kopi yang tidak layak di ekspor namun dijual pada pembeli lokal.
Ridwal Husein selaku Ketua Koperasi Baburrayyan juga penggagas MPIG Gayo bercerita pada 2002 dulunya hanya koperasi simpan pinjam. Tapi tidak bisa bersaing dengan bank.
Tahun 2004-2005 mulai berevolusi melirik koperasi petani kopi karena Amerika Serikat dan Eropa sangat berminat dengan kopi organik. Sehingga kita mencoba beralih ke kopi.
"MPIG Gayo berdiri belakangan, sekitar tahun 2010 berdasarkan peraturan pemerintah. Fungsi MPIG adalah untuk melindungi hak paten kopi di daerah. Sehingga tidak bisa diklaim oleh pihak lain," ujarnya.
MPIG tidak boleh memiliki usaha hanya wadah bagi para petani kopi.
Ia berharap koperasi petani kopi dan MPIG di Sipirok akan segera bisa berdiri dan berjalan lancar untuk membantu kesejahteraan petani kopi.
Petani Kopi Sipirok studi banding ke KBQ Baburrayyan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)