Aksi damai AKBAR Sumut berujung ricuh karena polisi tiba-tiba menangkap satu rekannya, Rabu (21/10/2020). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Soal dalih polisi yang menangkap HB karena khawatir akan memprovokasi massa aksi damai juga dianggap terlalu berlebihan.
Faktanya, kata Ali, HB duduk tertib di barisan massa. Justru penangkapan itu yang malah menimbulkan kericuhan.
Dalam konferensi pers Polrestabes Medan, HB membantah ikut melakukan pengrusakan. Justru kata HB dia sempat melarang rekan-rekannya agar tidak melakukan pengrusakan.
“Dari fakta-fakta diatas, kami menilai penangkapan yang dilakukan terhadap HB sesungguhnya cacat hukum mengingat Surat Penangkapan seharusnya diberikan pada MHB pada saat penangkapan dilakukan,” ujar Ali.
Hal ini, lanjut Ali, sejalan dengan ketentuan Pasal 18 ayat (1) KUHAPidana yang menyebutkan tentang Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
Penangkapan tanpa surat penangkapan boleh saja dilakukan kepolisian berdasarkan Pasal 18 ayat (2) KUHAP hanya apabila tersangka tertangkap tangan. Sementara dalam kasus HB dia tidak dalam tertangkap tangan. “Jika dihitung, penangkapan dilakukan 14 hari sesudah kejadian. Dengan waktu yang begitu panjang harusnya polisi sudah mengantongi Surat Tugas dan Surat Penangkapan yang dapat ditunjukkan. Oleh karena penangkapan MHB tersebut cacat hukum, sebaiknya kepolsian segera membaskannya,” tegasnya.