Evakuasi korban banjir Samarinda oleh Relawan Banda Balikpapan. (Dok. Pribadi Andreanus Pamuji)
Seorang relawan tak semata-mata bermodalkan keinginan, namun sudah seharusnya turut dibekali kondisi fisik prima serta kemampuan sesuai bidang masing-masing. Mulai dari bidang rescue, medis, psikolog, logistik, assesment dan lainnya.
Hal itu amat penting disadari dan dikuasai seorang relawan, sehingga dapat benar-benar bermanfaat tatkala diterjunkan langsung ke medan bencana.
"Jangan sampai ketika di sana, justru relawan tersebut malah menjadi korban dan harus ikut dievakuasi. Intinya, jangan jadikan alasan menyelamatkan korban untuk jadi korban," beber Regina dari Lampung.
Selain itu, ia turut menginginkan sejatinya menjadi relawan punya kesulitan dan tantangan. Itu lantaran masing-masing lokasi bencana memiliki kondisi dan situasi berbeda-beda. "Jangan pernah angap pukul rata semua bencana sama, karena tiap daerah ada cerita sendiri-sendiri," lanjut Regina.
Relawan tak hanya hadir saat kecelakaan di gunung, namun membantu proses evakuasi banjir, tenggelam di sungai, kebakaran, hingga kecelakaan di jurang.Dokter Budi Laksono dari Jawa Tengah menyebut setiap medan berbeda-beda. Persiapan untuk terlibat dalam setiap evakuasi tidak pernah sama. Dirinya harus berjibaku dengan kondisi alam yang ganas untuk menyelamatkan orang.
"Setidaknya setiap relawan memerlukan tali webbing pribadi 10 meter. Bisa digunakan untuk pengikat badan hingga membuat tanduh evakuasi. Selebihnya, perlengkapan pribadi seperti jas hujan, sepatu, dan peralatan masak," ungkap Dokter Budi.
Dalam proses evakuasi, dirinya tak sendiri. Apalagi medan yang ditempuh begitu berat. Menurutnya, proses evakuasi akan memakan waktu panjang jika medan yang ditempuh jauh dan sulit dijangkau.
Tak hanya medan, dirinya harus memperhitungkan waktu evakuasi agar berjalan dengan cepat. Mereka yang selamat dalam evakuasi kerap dalam kondisi yang lemah dan membutuhkan pertolongan cepat.
"Ini suka dukanya. Kalau di jurang atau sungai yang sulit dalam proses evakuasi jenazah, kita harus memikirkan bagaimana jenazah sampai ke atas. Ini hanya bisa dilakukan lewat kerja sama tim," jelas dia.
Evakuasi kecelakaan pendaki gunung pun tak jauh berbeda. Jika sang pendaki selamat, dirinya akan mempercepat langkah agar sampai di bawah dengan cepat.
"Karena di gunung itu kita kerap terjebak badai. Kalau pendaki ditemukan meninggal dunia, maka kita memilih berteduh terlebih dahulu hingga cuaca membaik. Sedangkan jika selamat, badai pun harus kita tembus dengan cepat. Kita berbicara nyawa," jelas dia.
Sementara menurut Andreanus dari Banda Rescure, relawan tak hanya soal kemauan untuk menolong. Tapi sangat diperlukan keahlian. Relawan Banda dengan masing-masing keahlian ditugaskan sesuai kemampuan masing-masing.
Menurutnya, banyak sebenarnya orang yang ingin membantu atau menjadi relawan, namun tak memiliki wadah. Sebenarnya tak hanya yang memiliki keahlian, mereka yang memiliki niat untuk membantu pun sudah cukup. Pada dasarnya, keahlian para anggota ini malah bisa jadi nilai plus.
Sementara Susanto dari Jawa Timur menyebut terdapat 26 kecakapan yang harus dimiliki oleh relawan. Diantaranya perencanaan, logistik, pencarian dan penyelamatan serta pengelolaan posko. Susanto sendiri terus meningkatkat kecakapan yang dimilikinya melalui sejumlah pelatihan. "Menjadi seorang relawan harus ada ilmunya," tutur Susanto.
Itulah sederet kisah para relawan kemanusiaan di berbagai lokasi bencana tanah air. Mereka hanya segelintir dari banyak orang yang mengabdikan dirinya untuk membantu orang yang tertimpa musibah. Viva la Volunteer!
Artikel ini merupakan kolaborasi dari hyperlocal IDN Times yang ditulis oleh Bramanta Putra, Sahrul Ramadan, Tama Wiguna, Siti Umaiyah, Anggun Puspitoningrum, Rangga Erfizal, Prayugo Utomo, Mohamad Ulil Albab, Azzis Zulkhairil, Ayu Afria Ulita Ermalia, Fatmawati, Ahmad Viqi, Khaerul Anwar, Fariz Fardianto