Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kisah Penyintas Damai dengan HIV, Terapi 13 Tahun hingga Jadi Edukator

ilustrasi simbol HIV/AIDS (freepik.com/freepik)

Medan, IDN Times - Nita (bukan nama sebenarnya) menceritakan kisahnya sebagai salah satu penyintas HIV selama sudah 13 tahun dengan meminum obat atau terapi terapi Antiretroviral (ARV), dan menjadi edukator atau Pendamping Sebaya (PS) di salah satu lembaga bidang HIV/AIDS. Diketahui, ARV adalah pengobatan untuk infeksi HIV dengan mengonsumsi obat-obatan.

"Awalnya saya tahu bahwa saya terinfeksi HIV itu saat suami, karena dari suami duluan yang drop (kondisi tubuh yang lemah). Kami waktu itu tinggal di daerah luar kota dan karena suami sakit kami pulang ke Medan. Nah, dari Medan saya dibantu ada sepupu saya karena dia punya kenalan dokter di Murni Teguh akhirnya kami dirujuk ke Murni Teguh," katanya memulai kisah kepada IDN Times.

1. Awal mengetahui terkena penyakit HIV

ilustrasi virus HIV (unsplash.com/National Institute of Allergy and Infectious Diseases)

Dari Rumah Sakit Murni Teguh ini, asal muasal Nita mengetahui dia dan sang suami tercinta terinfeksi. Dari ciri-cirinya, erat badan menurun, batuk. Dari situ dia mengetahui sang suami terinfeksi HIV.

"Nah, karena suami terinfeksi maka saya disarankan dokter untuk periksa, tapi pada saat itu saya bingung. Karena jujur waktu pertama kali kami terinfeksi, saya gak tahu buta sama sekali tentang penyakit ini. Jadi, saat saya sampaikan, ada saudara-saudara, mereka pada menjauh semuanya," kata Indah. 

Kemudian, saudaranya sebagai sepupu mencari informasi adanya layanan untuk mengakses informasi tentang HIV. Kemudian mereka datang ke sebuah Puskesmas di kawasan Padang Bulan. Ternyata dia harus menerima kenyataan pahit bahwa dirinya juga terinfeksi.

"Saat itu, rasanya gak tahu lagi gimana, rasanya kayak gak berpijak lagi dunia ini rasanya seperti menunggu akhir, menunggu akhir karena ya itu tadi kita tidak ada informasi, tidak diedukasi tentang penyakit ini, kita tahunya bahwa orang yang terinfeksi tinggal menunggu waktu untuk dipanggil Tuhan," tambah Nita.

Saat itu, dia bertemu dengan konselor dan dipertemukan oleh orang-orang baik untuk mendukung dirinya. Kemudian saat diperiksa dirinya diberikan edukasi, informasi, oleh konselor yang ada di sana.

"Kemudian, mereka datang ke rumah memberikan edukasi kepada keluarga, tapi ya namanya orang yang gak tahu jadi iya iya saja. Nah, kebetulan belum ada penyakit penyerta, saya masih sehat waktu itu, dan tidak ada gejala apapun," jelasnya.

2. Kedua anaknya dinyatakan tidak terinfeksi HIV/AIDS

ilustrasi HIV/AIDS (pexels.com/Klaus Nielsen)

Pada saat terinfeksi, Nita dan suami sudah memiliki 2 anak, anak pertama berusia 5 tahun dan yang kedua berusia setahun yang masih menyusui. Dia sempat khawatir sang anak juga terinfeksi.

"Yang membuat saya rasanya, ya gimana ya karena masih menyusui risikonya besar untuk anak. Dan pada saat itu juga, anak saya diperiksa pada saat umur 1 tahun yang kecil dia negatif, dan yang besar juga dicek negatif. Terakhir saya cek dia 4 tahun dan hasilnya negatif. Jadi, dua anak saya itu negatif," tuturnya.

Kemudian, Nita bergabung disalah satu lembaga yang aktif tentang HIV/AIDS guna lebih memahami banyak hal tentang HIV. Tidak hanya memahami, tetapi Nita juga menjadi pendamping sebaya untuk merangkul para Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).

Dia menjelaskan alasannya aktif untuk menjadi pendukung sebaya adalah saat suami dipindahkan dari Murni Teguh ke Pirngadi. Waktu itu ia dilema dan antara minum obat atau tidak.

"Gimana saya hidup kalau saya hidup dengan obat selama umur hidup saya. Pada saat itu, saya bertemu dengan orang pendamping waktu dia datang mereka bersemangat dan bertanya-tanyak pas dia bilang gak apa minum saja," katanya.

Kemudian ODHA tersebut telah 5 tahun minum obat jadi itu yang membuat semangat saja. Membuatnya sehat, punya anak, keluarga hidup normal seperti orang yang tidak terinfeksi tidak ada bedanya dari orang sehat lainnya.

"Itu yang membuat saya akhirnya saya memutuskan untuk saya mau minum obat, dan sampai hari ini saya berjalan 12 tahun saya hidup berdamai dengan HIV," ungkap Nita.

3. Diharapkan pemerintah bisa lebih memberi perhatian khusus kepada ODHA

ilustrasi pasien di rumah sakit (pexels.com/RDNE Stock project)

Nita mengungkapkan kendala yang sering dihadapi olehnya dalam pendampingan adalah menghadapi orang-orang yang tidak mau berjuang. Menurutnya  dukungan dari orang sekitar kita keluarga sangat memberinya semangat baru.

"Banyak hal di lapangan yang saya lihat, bahwa keluarga tidak mendukung, suami tidak mendukung (meski sudah sama-sama positif) dan mendukung sikapnya tidak berubah. Itu yang membuat sering kali orang putus untuk tidak lagi meneruskan pengobatan. Yang akhirnya memilih hal ya sudah tidak minum obat," ungkapnya 

Menurutnya sebenarnya yang perlu dukungan keluarga dan dukungan orang sekitar. Dia berharap tak ada diskriminasi untuk orang dengan HIV.

Dia berharap pemerintah bisa lebih memberi perhatian khusus kepada ODHA. Apalagi, menurut Nita, kini ada beberapa obat yang sedang kosong di layanan sehingga harus berganti dengan obat-obat yang lain.

"Kalau terus seperti ini saya takut tentang persediaan stok obat, harapannya juga janganlah obat terus berganti-bergantian, diganti-ganti dan harapannya pemerintah dapat memperhatikan ketersediaan stok obat tersebut untuk orang yang hidup dengan HIV. Sebab, kami bergantung sepenuhnya dengan obat," katanya.

Berulangkali diucapkannya sebagai harapan ke depan, pemerintah seharusnya dapat memperhatikan itu, sehingga kualitas hidup orang dengan HIV dapat meningkat dan dapat juga menghapus diskriminasi. Dia mengatakan orang-orang yang hidup dengan HIV juga bisa maksimal hidupnya dan produktif. Selama didukung dengan pengobatan yang baik.

"Dan juga dukungan dari pemerintah untuk ketersediaan obat dan pekerjaan yang tidak membeda-bedakan orang yang hidup dengan HIV AIDS ataupun tidak terdampak dengan HIV. Harapannya, ke depan semua boleh disamakan dan tidak ada di beda-bedakan," beber Nita.

4. Dinkes Kota Medan catat 9.878 kasus HIV AIDS (AIDS) di Medan

ilustrasi HIV/AIDS (pexels.com/Klaus Nielsen)

Sebagai informasi, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan, Sumatera Utara, menemukan sebanyak 9.878 kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome AIDS (AIDS) di Kota Medan. Dari total jumlah kasus HIV/AIDS itu, lanjut dia, di antaranya 5.813 orang dengan HIV/AIDS ini sedang menjalani pengobatan dengan antiretroviral (ARV) di Kota Medan.

Kepala Dinkes Kota Medan Yuda Pratiwi Setiawan dalam peringatan Hari AIDS Sedunia mengatakan penularan HIV-AIDS di Kota Medan tidak hanya terjadi pada kelompok masyarakat dengan perilaku berisiko, tetapi juga pada orang berstatus sebagai istri. Kemudian, kata dia, petugas medis bisa terkontaminasi karena kurang disiplin dalam melaksanakan prosedur pelayanan orang dengan HIV/AIDS.

Bahkan, bayi baru lahir pun bisa tertular dari ibunya karena tidak mengetahui status HIV, sehingga tidak sempat dilakukan pencegahan penularan ibu ke anak (PPIA).

"Di Kota Medan saat ini ada 55 orang anak dengan status anak dengan HIV/AIDS atau ADHA," kata Yuda dalam peringatan kerja sama Dinas Kesehatan Kota Medan dengan Yayasan Peduli Anak Dengah HIV AIDS itu.

Pihaknya mengajak semua pihak terkait agar belajar atas kondisi ini pada pertemuan dihadiri ratusan penggiat, lembaga swadaya masyarakat di bidang penanganan HIV/AIDS, dan media massa.

"Adapun hal-hal yang perlu ditingkatkan bersama adalah menyampaikan pentingnya tes HIV pada ibu hamil, terutama trimester pertama kehamilannya," ucap Yuda.

Bila ibu hamil terdeteksi, papar dia, segera berikan pengobatan dengan antiretroviral agar ibu hamil dan janinnya sehat menjalani kehamilan dan persalinan nantinya. Diharapkannya  itu memutus penularan dari ibu ke anak, sehingga tidak ada lagi kasus baru HIV pada anak.

5. Perlunya tes HIV bagi calon pengantin di Kota Medan

Alat test HIV (pexels)

Selain itu, perlunya tes HIV bagi calon pengantin di Kota Medan, dan perlindungan yang tepat bagi tenaga kesehatan.Dia memaparkan, hingga kini berbagai upaya sudah, dan sedang dilakukan menanggulangi penularan HIV/AIDS di Kota Medan, baik oleh pemerintah maupun swasta.

"Kita terus berusaha menemukan kasus HIV/AIDS dengan memperbanyak tempat pelayanan konseling dan tes HIV atau dikenal VCT (Voluntary Conseling and Testing)," tutur dia.

Di samping itu, juga tempat pelayanan perawatan dukungan dan pengobatan, baik puskesmas, rumah sakit maupun klinik, papar Yuda.

Ketua Yayasan Peduli Anak Dengah HIV AIDS Saurma MGP Siahaan mengapresiasi Dinas Kesehatan Kota Medan karena mendukung terlaksananya peringatan ini.

"Sebelumnya Pemkot Medan mendukung kami di pertemuan peningkatan capaian skrining bagi ibu hamil pada 26 November 2024," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Indah Permata Sari
Doni Hermawan
Indah Permata Sari
EditorIndah Permata Sari
Follow Us