Tapanuli Tengah, IDN Times - Rumah yang bercat hijau lumut di Lingkungan V, Kelurahan Sibuluan Nauli, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, terlihat riuh, Selasa (15/10) sore.
Rumah itu adalah kediaman ibu pengungsi kerusuhan di Kabupaten Wamena, Papua, Paraduan Sinambela. Pria 30 tahun ini tiba di Tapanuli Tengah tanggal 10 Oktober kemarin.
Sembari duduk lesehan di teras rumah, Paraduan mengungkap kisah yang ia alami dan keluarganya saat kerusuhan itu pecah.
Cuaca mendung sore itu disusul gerimis jatuh pelan-pelan, seolah mengiring ironi yang menimpa Paraduan.
Kini, dia menyebut sangat membutuhkan pekerjaan usai kehilangan usaha dan harta benda di Wamena akibat tragedi itu.
"Kita masih buntu, ada niat (buka usaha) modal gak ada, semua sudah kita tinggalkan di Wamena. Saya Sarjana Sosial Administrasi Negara, ya bagaimana sarjana saya itu bisa juga saya manfaatkan bekerja di sini," katanya penuh harap.
Harapan ini pernah ingin diungkapkan kepada Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi sepekan lalu. Ketika Paraduan dan 21 kerabatnya tiba di kantor Gubernur Sumut setelah menempuh hampir 2 minggu perjalanan panjang mengungsi dari Wamena.
"Kami yang wiraswasta di sana, bagaimana kalau kami dikasih kerjaan, biar kami ndak pengangguran di sini. Sayang gak sempat, waktu itu saya capek, tahulah di perjalanan berapa hari kami, pak Gubernur sudah pergi. Ya melalui kawan-kawan wartawanlah, bagaimana harapan kami ini bisa sampai ke beliau (Gubernur)," kata Paraduan.
Ia berpengharapan. Pasalnya, ia menyebut Gubernur Edy adalah sosok ramah dan peduli. Terutama ke anak-anak agar mendapatkan kemudahan bersekolah di daerah yang akan ditempati.
"Agar jika bersekolah jangan dipersulit. Gak ada dijanjikan bantuan, hanya ada simbolis bantuan beberapa perlengkapan pakaian seperti handuk, baru adalah uang tunai Rp500 ribu per orang, termasuk anak-anak," ungkap Paraduan.
