Banda Aceh, IDN Times - 15 Agustus 2005, menjadi hari yang paling bersejarah bagi Bangsa Indonesia, khususnya di Provinsi Aceh. Di tanggal itu, Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bersepakat mengakhiri konflik panjang yang telah berlangsung sejak 1976 di daerah berjulukan Serambi Makkah.
Perdamaian tersebut ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki di Finlandia oleh masing-masing perwakilan kedua kubu yang pernah bersitegang dengan disaksikan Pimpinan CMI, Martti Ahtisaari, sebagai penengah. Delegasi Republik Indonesia, dipimpin oleh Hamid Awaluddin, sedangkan delegasi GAM, dipimpin oleh Malik Mahmud.
Sejak saat itu, para kombatan GAM bisa kembali hidup normal dan berbaur bersama masyarakat tanpa harus membawa senjata seperti saat masa konflik sebelumnya. Sementara Pertiwi, tetap utuh dalam negara kesatuannya.
Dua windu sudah kini usia perdamaian di Aceh. Para kombatan yang dulunya mengangkat senjata, sebagian dari mereka kini melibatkan diri dalam politik dan menjadi bagian dari pemerintahan eksekutif maupun legislatif daerah ini.
Sementara, sebagian kombatan lainnya memilih menjadi petani, pengusaha, hingga ada pula yang mengabdikan diri untuk menjaga alam Aceh. Seperti yang dilakukan oleh Hendra Saputra atau lebih dikenal sebagai Hendra Turbo.
Eks kombatan GAM kelahiran Aceh Utara, 1982 ini, memilih menjadi ranger atau pasukan penjaga hutan.