Sidang ketangkeng kekerasan di rumah bupati langkat nonaktif (IDN Times/ Bambang Suhandoko)
Fendi dan Suparman sebelumnya sudah saling kenal. Suparman merupakan PNS di Puskesmas Namu Ukur. Oleh itulah, dia selalu bertanya kepada Suparman kenapa korban meninggal
"Saya tanya juga kenapa meninggal, karena sakit, begitu aja kata Suparman. Saya gak tau soal penganiayaan. Kemudian, begitu tiba di rumah duka, peti jenazah diturunkan dibantu warga. Sedangkan saya tidak melihat Suparman berbicara dengan keluarga korban," jelas Fendi.
"Usai itu, saya diberi uang (upah) Rp100 ribu, yang Rp50 ribu saya isikan minyak ambulans. Sisanya untuk keluarga saya. Dan saya juga sering sudah mengantarkan jenazah, tapi ke kerangkeng itu baru pertama kali," timpal Fendi.
Diakui dia, kalau dirinya tidak kenal dengan yang nama Dewa. "Tidak ada saya lihat kedua terdakwa di kerangkeng waktu itu," sambung dia kembali.
Setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi, Ketua Majelis Hakim, Halida Rahardhini pun bertanya kepada terdakwa Dewa Perangin-Angin dan Hendra Surbakti. "Terdakwa, apakah ada yang salah dari keterangan," kata Hakim.
"Tidak tau yang mulia," ujar Dewa dan Hendra yang saling bergantian menjawab.
Sidang akhirnya ditutup dan kembali dilanjutkan pada, Jumat (12/8/2022) dengan agenda kembali mendengarkan saksi-saksi. Sidang kerangkeng ini sendiri dibagi tiga berkas yang berbeda dan pasal yang berbeda pula disangkakan kepada para terdakwa.
Terdakwa Terang Ukur Sembiring, Junalista Surbakti, Suparman Peranginangin, dan Rajisman Ginting didakwa dengan Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 7 ayat (2) UU TPPO jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terdakwa Hermato Sitepu dan Iskandar Sembiring didakwa dengan Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP atau Pasal 351 ayat 3 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1. Terakhir, Dewa Perangin-angin dan Hendra Surbakti didakwa dengan Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP atau Pasal 351 ayat 3 KUHP.