Lebih jauh Agus menjelaskan, pemeriksaan kesehatan dan kelayakan hewan kurban yang dilaksanakan pihaknya tidak hanya dilakukan melalui pemeriksaan secara kasat mata. Tetapi menerapkan dua metode medis, yakni antemortem dan postmortem.
Metode antemorem di sini dapat diartikan sebagai teknis pemeriksaan hewan kurban dengan mempelajari dan menganalisis riwayat kesehatan dan kondisi fisik hewan, serta kelayakan daging kurban, pada saat hewan tersebut dalam kondisi hidup.
Sedangkan metode postmortem merupakan teknis pemeriksaan hewan kurban dengan mempelajari dan menganalisis kondisi kesehatan hewan dan kelayakan daging kurban, pada saat hewan tersebut telah mati disembelih.
"Metode antemortem khusus kita terapkan di tingkat agen dan lokasi peternakan, yang dimulai satu pekan menjelang Hari Raya Idul Adha. Sedangkan metode postmortem difokuskan di masjid-masjid atau lokasi penyembelihan hewan kurban, yang dilakukan pada hari H," katanya.
Dengan demikian, lanjut Agus. Upaya tersebut diharapkan mampu menjamin daging kurban yang dikonsumsi masyarakat benar-benar aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH), serta terbebas dari infeksi penyakit menular, seperti antraks, cacing hati, serta tuberkulosis (TBC) dari lembu dan sapi.