Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
llustrasi pemeriksaan impor barang kiriman oleh Bea Cukai. (dok. Bea Cukai)

Medan, IDN Times - Kabar buruk kembali menghantui pasar keuangan di tanah air setelah Amerika Serikat (AS) menetapkan kenaikan tarif kepada semua negara yang telah memberlakukan tarif kepada barang asal Negeri Paman Sam itu sebelumnya. Istilah ini lebih dikenal dengan reciprocal tarif.

Negara Indonesia termasuk menjadi negara yang dikenakan tarif oleh AS sebesar 32 persen. AS menilai Indonesia telah mengenakan tarif untuk barang dari AS sebesar 64 persen.

Pengamat ekonomi, Benjamin Gunawan mengatakan sejauh ini dirinya juga belum menemukan formula apa yang membuat AS berkesimpulan seperti itu.

"Selama sepekan terakhir, kondisi pasar keuangan di Asia, maupun pasar keuangan global pada umumnya ditransaksikan di zona merah. IHSG dan Rupiah beruntung karena masih memasuki masa liburan panjang. Namun, dipastikan bahwa IHSG dan Rupiah akan mengalami nasib yang tak jauh berbeda, saat pasar keuangan di buka pada 8 april mendatang," jelasnya pada IDN Times, Jumat (4/4/2025).

1. Kenaikan tarif impor oleh AS jelas akan membuat ekspor Indonesia berpeluang alami penurunan

Infografis Daftar Tarif resiprokal Amerika Serikat yang diumumkan Presiden Donald Trump (IDN Times/Aditya Pratama)

Dia memprediksi bahwa, IHSG berpeluang untuk mengalami penurunan dengan koreksi yang signifikan. Meskipun seberapa besar koreksi yang akan terjadi masih sulit diproyeksikan.

Sementara itu, mata uang rupiah justru mendapatkan kabar positif dari melemahnya imbal hasil US Treasury 10 Tahun yang berada dikisaran 4 persen. Sayangnya, penurunan imbal hasil tersebut diproyeksikan tidak akan mampu berbuat banyak untuk menyelamatkan kinerja Rupiah.

"Karena pasar akan menilai seberapa jauh dampak kenaikan tarif ini terhadap melemahnya kemampuan Indonesia dalam menghasilkan valas (ekspor). Kenaikan tarif impor oleh AS jelas akan membuat ekspor Indonesia berpeluang alami penurunan. Terlebih kebijakan kenaikan tarif impor juga berlaku untuk semua negara yang dinilai menangguk untung (surplus) yang berdagang dengan AS selama ini. Jadi potensi penurunan kinerja ekspor di tanah air bukan hanya ekspor dengan AS, namun terhadap semua negara tujuan ekspor kita," jelasnya.

Terlebih sampai sejauh ini, AS masih belum menunjukan perubahan sikap dan akan tetap memberlakukan kenaikan tarif pada tanggal 5 April. Sekalipun, Presiden Trump masih membuka ruang untuk negosiasi, namun pejabat gedung putih justru menekankan bahwa kebijakan ini akan berlaku tanpa diikuti dengan langkah negosiasi.

2. Kondisi ekonomi global terlihat lebih suram setelah lebaran ini, tanpa terkecuali Indonesia

Ilustrasi harga naik (pixabay.com/Geralt)

Dia menilai kondisi ekonomi global terlihat lebih suram setelah lebaran ini, tanpa terkecuali Indonesia. Sehingga, untuk meredam dampak kenaikan tarif terhadap gejolak pasar keuangan. Pemerintah sebaiknya memberikan sikap yang mampu mendinginkan situasi.

"Seperti menunda menetapkan UU yang berpotensi memicu resistensi masyarkat, melakukan negosiasi tarif ke AS, serta mengevaluasi kebijakan penghematan anggaran yang dinilai kontradiktif dengan upaya pemulihan daya beli masyarakat," katanya.

3. Pemerintah disarankan untuk tidak merespon kebijakan kenaikan tarif AS

Infografis 15 Daftar Ekspor RI yang Paling Terdampak Tarif Trump (IDN Times/Aditya Pratama)

Pemerintah juga disarankan untuk tidak merespon kebijakan kenaikan tarif AS, dengan menaikkan lebih tinggi tarif barang-barang dari AS. Hal tersebut akan memperkeruh suasana.

"Itu kebijakan jangka pendek yang dibutuhkan. Seraya mendorong pemerintah untuk pro-aktif memperbaiki iklim investasi serta mendorong hilirisasi industri pengolahan komoditas di tanah air," tandasnya.

Editorial Team