Lumba-lumba yang ditemukan sudah dalam keadaan membusuk di Pantai Hajoran Indah, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, Sabtu (15/5/2021). (Dok. IDN Times/Istimewa)
Damai mengatakan, upaya perlindungan tentu menuntut keterlibatan multi pihak. Mulai dari pemerintah, organisasi, nelayan, komunitas, balai konservasi dan seluruh elemen masyarakat.
"Tidak saja nelayan tentunya, karena siapa saja bisa secara tidak sengaja bertemu hewan tersebut, dan jika tidak dibekali pengetahuan bagaimana menghadapinya, tentu bisa berdampak buruk," ucap Damai.
Menurutnya, sejumlah upaya dapat dilakukan, mulai dari sosialisasi yang masif dengan beragam cara, pelatihan, pendekatan persuasif dan dialogis, hingga memperbanyak kawasan-kawasan konservasi.
“Jangan ketika semakin banyak kasus dan sudah pada tingkat kerusakan parah, baru kita mulai sadar dan baru bergerak,” ujarnya.
Dikatakan, upaya pencegahan oleh instansi terkait mungkin sudah dilakukan. Namun, masih belum cukup maksimal dan belum melibatkan banyak pihak.
"Ya, buktinya kasus demi kasus terjadi, ini indikasi apa? Mari kita sama sama menjawab, dan jika tidak kita mulai lebih maksimal, ya kasus akan terus terjadi, lantas kita hanya seibarat pemadam kebakaran, sudah terjadi baru bertindak, ini yang tidak kita inginkan," tukasnya.
Komunitas Menjaga Pantai Barat (Komantab), lanjut dia, tentu akan siap bergandengan tangan dan bersinergi untuk terlibat mendorong upaya pencegahan dan penyelamatan.
"Di kita (Komantab), setiap event, isu Penyu sering kita sisipkan sebagai salah satu materi diskusi, nah terkhusus Lumba-lumba karena ini baru kejadian pertama sepengetahuan kita, ke depan isunya juga akan kita intens-kan, dan tentu sebagai komunitas, yang bisa kita lakukan hanya sebatas kemampuan komunitas, jika ingin lebih, dukung kami dengan cara yang kalian bisa," pungkasnya.