Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga merespons kejadian penganiayaan itu. Komisioner KPAI, Retno Listyarti, menyampaikan keprihatinan atas kekerasan fisik yang dilakukan.
Menurut Retno, para pelajar yang melakukan penganiayaan pada umumnya juga merupakan korban kekerasan pada keluarganya. Para pelajar yang terlibat diduga juga mendapat pola asuh yang kurang baik.
"Biasanya luka batin yang dialami seorang anak akibat kekerasan, sangat mungkin melampiaskan kepada orang lain di luar rumahnya. Salah satunya seperti pada kasus ini di mana anak pelaku begitu mudahnya menendang seorang nenek yang diduga ODGJ," ucapnya.
Menurut Retno ada kegagalan dalam pembentukan karakter Pancasila pada mereka. Pancasila telah mengajarkan nilai welas asih dan peduli terhadap orang – orang yang diperlakukan tidak adil.
KPAI juga mendukung penerapan sanksi pada para pelajar. Sehingga ada efek jera agar mereka tidak mengulangi perbuatan yang sama. Sanksi tersebut bisa bersifat edukatif dan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Mereka pun disarankan untuk dirujuk bekerja sosial di panti jompo sehabis para pejalar itu menerima pendidikan di sekolah.
"Supaya mereka belajar menyayangi orang-orang yang sudah tua. Lalu, belajar menyadari bahwa para orang tua dan mereka sendiri suatu saat juga akan jadi manusia tua yang butuh dilindungi serta disayangi bukan dipukuli. Para orang tua juga harus memperbaiki pola pengasuhan agar lebih positif dan penuh kasih sayang serta perhatian," pungkas Retno.
Untuk diketahui, lima pelajar dan satu remaja ditangkap polisi setelah peristiwa penendangan terhadap seorang nenek viral di media sosial. Aksi itu dilakukan mereka Sabtu (19/11/2022). Para terduga pelaku yang ditangkap antara lain. IH, ZA, VH, AR, RM, dan ASH (alumni).