(Meiliana yang divonis oleh Pengadilan Negeri Medan penjara 18 bulan) ANTARA FOTO/Septianda Perdana
Perkara itu bermula saat Meiliana mendatangi tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Tanjung Balai, Jumat, 29 Juli 2016. Meiliana lantas berkata kepada tetangganya. “Kak tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid itu Kak, sakit kupingku, ribut,” kata terdakwa sambil menggerakkan tangan kanannya ke kuping kanan.
Permintaan Meiliana disampaikan ke BKM Al Makhsum. Jumat (29/7) sekitar 19.00 WIB, pengurus masjid mendatangi kediamannya dan mempertanyakan permintaan perempuan itu. “Ya lah, kecilkanlah suara masjid itu ya. Bising telinga saya, pekak mendengar itu,” jawab Meiliana.
Terjadi argumen antara pengurus masjid dengan Meiliana saat itu. Lalu, suami Meiliana mendatangi masjid untuk minta maaf. Namun, kabar suara azan yang diprotes itu cepat terdengar warga lainnya.
Sekitar pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan setempat membawa Meiliana dari rumahnya ke kantor kelurahan. Hingga pukul 23.00 WIB, warga makin ramai. Warga mulai melempari rumah Meiliana.
Kejadian itu semakin meluas. Massa yang makin beringas melakukan pengrusakan terhadap wihara di kota itu. Meiliana kemudian dilaporkan ke polisi. Sampai-sampai, Komisi Fatwa MUI Sumut membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana. Kasus itu juga merembet pada pengrusakan sejumlah vihara dan klenteng.
Sejak kejadian itu keluarga Meiliana meninggalkan Tanjungbalai. Mereka pindah ke Kota Medan.