Jakarta, IDN Times – Debat kedua calon presiden dan wakil presiden RI akan berlangsung 17 Februari 2019. Debat ini mengusung tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.
Diprediksi, dalam debat ini salah satu yang akan disorot yakni akuisisi atau divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pada November 2018 lalu.
Sebagian menyebut, divestasi 51 persen saham Freeport itu sebagai prestasi Pemerintahan Jokowi di sektor energi, karena akhirnya pemerintah berhasil menjadi pemegang saham mayoritas dari perusahaan tambang yang sudah dikuasi pihak asing sejak kontrak karya (KK) pertama diteken, pada 1967 atau pada masa Pemerintahan Soeharto.
Namun, ada juga pihak yang menilai sinis keberhasilan akuisisi saham Freeport tersebut. Mereka mengatakan, seharusnya pemerintah menunggu hingga kontrak PT Freeport habis pada 2021, sehingga pemerintah tidak perlu membeli saham sebesar 51 persen.
Lalu bagaimana fakta sebenarnya? Sudah tepatkah langkah pemerintah mengakuisisi 51 persen saham Freeport atau harus menunggu hingga 2021?
Mengacu pada kuliah Twitter (Kultwit) staf khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2014-2016, Muhammad Said Didu dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pada Desember 2018, serta pemaparan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Gatot Ariyano, berikut jalan panjang proses akuisisi saham PT Freeport.