Kerumunan saat pandemik COVID-19 di Kesawan City Walk, Kota Medan, Sumatra Utara beberapa waktu lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Kondisi kerumunan KCW sebenarnya sudah banyak dikritik. Namun nampaknya, evaluasi terhadap program gawean menantu Presiden Joko Widodo itu tidak memberikan perubahan berarti. Kerumunan masih saja terjadi.
Situasi pelik ini menjadi sorotan Ahli Epidemiologi Dicky Budiman. Praktisi dan peneliti Global Health Security dan Pandemi pada Center for Environment and Population Health di Griffith University Australia itu mengatakan, kerumunan di KCW sangat berpotensi menjadi klaster penularan baru COVID-19 di Medan.
“Berisiko sekali, jadi ini yang situasi seperti ini yang terjadi di negara yang mengalami pandemik atau perburukan situasi pandemiknya,” ujar Dicky kepada awak media, Selasa (27/4/2021) lalu.
Pemerintah pun harusnya tegas menyikapi ini semua. Kata Dicky, jangan sampai pemerintah juga sudah merasa aman sehingga membuat kelonggaran. “Saya ingatkan, mall dibuka ataupun aktivitas ekonomi dibuka, bioskop buka itu bukan tanda sudah aman. Tapi itu tanda bahwa ekonomi lagi makin terpuruk dan harus dibuka itu untuk kepentingan ekonomi gitu. Bukan tanda aman. Tanda aman itu adalah, indikator epidemiologi,” ungkapnya.
Saat ini, kata Dicky, masyarakat yang abai sudah merasa aman. Padahal rasa aman itu hanyalah semu. Ada yang menganggap karena sudah dilakukan vaksinasi sehingga merasa aman. “Atau pun mungkin adanya sinyal rasa aman itu datang dari pemerintah setempatnya. Ini makanya pemerintah kabupaten/kota harus terus di manapun, di Indonesia ini belum ada yang aman. Ini ada peran dari pemerintah daerah untuk terus menjaga kewaspadaan publik,” tegas Dicky.
Dengan rasio positivity rate yang masih tinggi itu, risiko paparan juga akan semakin tinggi. Ditambah dengan kerumunan yang disebabkan banyak faktor. “Kita tidak bisa mendeteksi siapa aja yang bawa virus. Inikan berisiko sekali,” tukasnya.
Dalam sebagian besar kasus COVID-19, penderita acap kali tidak menunjukkan gejala apapun. Ini jauh lebih berbahaya karena potensi untuk menyebarkan kepada oranglain lebih besar tanpa disadari.
“Tak bergejala ini bukan berarti tak sakit, tidak bergejala ini tetap ditemukan setengah dari kasus OTG ini mengalami gangguan di organ tubuhnya yang jelas itu paru dan jantung. Itu menandakan kita tak bisa abaikan itu,” ujarnya.
Dicky pun selalu mengingatkan jika menjalankan protokol kesehatan pun tidak bisa menjamin untuk tidak tertular COVID-19. Protokol kesehatan hanya bisa mengurangi potensi untuk tidak terdampak.
Sungguh paradoks jika dilihat di KCW. Petugas mengingatkan, untuk menjalankan 5M mencakup aktivitas memakai masker, mencuci tangan dengan sabun pada air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan serta membatasi mobilisasi. Sementara kerumunan masih saja terjadi.
Untuk diketahui, KCW diresmikan langsung oleh Wali Kota Medan Bobby Nasution ditengah pandemik COVID-19, tepatnya pada 28 Maret. KCW menjadi salah satu program prioritas Bobby. Dia ingin menjadikan KCW sebagai "The Kitchen of Asia".
"Semua terkenal lezat dan lezat sekali. Selain kelezatan, hal yang dapat menambah nilai adalah mempertontonkan cara memasaknya. Dapur yang dulu di belakang dan tertutup, kini dibuka sehingga orang dapat melihat cara kuliner itu dibuat. Ini akan menjadi entertainment yang dapat menambah nilai kuliner tersebut. Ditambah banyaknya bangunan tua yang memiliki nilai estetika dan sejarah yang tinggi di sepanjang Kesawan. Kita branding program ini sebagai The Kitchen of Asia,” kata Bobby saat peresmian.
Hingga saat ini, kasus COVID-19 di Kota Medan masih terjadi. Sampai saat ini ada 15.378 kasus COVID-19 (data 2 Mei 2021). Medan masih menjadi penyumbang terbanyak kasus di Sumut. Dari jumlah kasus itu, 502 orang meninggal dunia, 649 (positif COVID-19) masih dirawat. Ditambah 732 suspek yang masih dirawat.