Ini Pendapat Orangtua terkait Tren Wisuda TK hingga SMA di Medan

Medan, IDN Times - Dalam beberapa tahun terakhir, tradisi wisuda dan acara perpisahan tidak lagi terbatas pada jenjang pendidikan tinggi.
Kini, acara seremonial semacam ini telah menjadi tren dari tingkat taman kanak-kanak hingga SMA/Sederajat. Dengan mengenakan toga, menyewa panggung, hingga menyelenggarakan pesta perpisahan, anak-anak sekolah dari usia dini pun ikut merayakan kelulusan dengan cara yang kerap menyerupai kelulusan perguruan tinggi.
Fenomena ini menjadi sorotan bagi orangtua di Kota Medan, yang didominasi tidak setuju adanya wisuda bagi TK/Paud hingga SMA.
Berikut beberapa penilaian orangtua yang menyatakan tidak setuju hadirnya kegiatan wisuda selain kuliah. Hal ini disebabkan beberapa faktor, salah satunya ekonomi pada keluarga siswa.
1. Wisuda TK hingga SMA dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan
Indah Pratiwi yang merupakan salah satu orangtua siswa SD menyatakan dirinya tidak mendukung ada kegiatan wisuda.
"Saya sih tidak mendukung ya, karena menurut saya pribadi wisuda itu harusnya dilakukan setelah lulus kuliah. Kalau lulus kuliah gak masalah, tapi kalau lulus TK, SD, SMP menurut saya gak cocok dan gak perlu," katanya pada IDN Times.
Ibu yang bekerja sebagai karyawan swasta ini menyatakan bahwa, kegiatan wisuda ini tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan.
"Untuk nilai esensialnya sih sebenernya tidak sesuai ya dengan nilai-nilai pendidikan. Namun, balik lagi, kalau untuk tingkat kuliah masih okelah adanya wisuda. Karena kan, wisuda kuliah itu sebagai bentuk puncak perjuangan akademik si wisudawan selama kuliah, dan akan memasuki dunia yang sebenernya, yakni dunia kerja. Langkah awal lah menuju masa depan profesionalnya. Jadi, masih wajarlah adanya wisuda agar menjadikan kelulusannya sebagai trigger untuk makin semangat menggapai impian," jelasnya.
Indah menyebutkan kisaran biaya yang dikeluarkan dan kelayakan pada biaya tersebut saat lulusan anaknya.
"Kemarin waktu lulusan TK anak saya dibebankan Rp600 ribu per anak. Ikut tak ikut wajib bayar. Sebenarnya saya keberatan tapi karena malas ribut ya saya bayar juga," kata Indah sembari berharap wisuda untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMA ditiadakan.
"Mending perpisahan sekolah saja, dengan catatan dibalut dengan acara-acara yang bermanfaat misalnya, malam keakraban diisi dengan penampilan seni atau budaya atau kegiatan kreatif lainnya. Tidak hanya sekadar seremonial atau hiburan aja," tambahnya.
Menurutnya sebagai orangtua murid, merasa ada tekanan sosial untuk mengikuti acara tersebut.
"Cukup keberatan memang, tapi karena malas ribut-ribut, ya mau ga mau saya bayarkan juga. Meskipun dalam hati ga ikhlas ya," tutupnya.
2. Orangtua memilih lebih baik wisuda diperuntukkan pada yang lulus kuliah
Hal yang sama dikatakan Fanny, bahwa untuk biaya berbeda-beda dari setiap sekolah.
"Kebetulan anak-anak ku sekolahnya tidak memberatkan, untuk orangtua masih dalam tahap sewajarnya," ungkapnya.
Dia menilai dengan adanya kegiatan wisuda merasa tidak terbebani dengan biaya dan tuntutan seremonial.
"Sejauh ini tidak masalah, tapi memang saya dan suami lebih suka yang model dulu wisuda hanya untuk tingkatan lulus kuliah saja," jelas Fanny.
Dia menilai, lebih baik acara seremonial tersebut dilakukan di sekolah saja atau bahkan tidak perlu menyewa tempat.
"Upacara sederhana, memberikan piagam kelulusan, pidato dari kepala sekolah yang memotivasi anak-anak yang lulus, dan melibatkan anak-anak tiap kelas untuk membuat video atau foto dari momen perjalanan mereka selama pendidikan. Ini bisa menjadi kenangan manis untuk mereka lihat nantinya," ucapnya.
Sehingga, dengan seperti itu menurutnya tidak perlu biaya besar karena semua pihak terlibat untuk membantu.
"Tentunya kendali acara tetap ada di pihak sekolah bukan dari orangtua yang biasanya bisa menjadi banyak pendapat dengan keinginan yang berbeda-beda," pungkasnya.
3. Wisuda TK atau Paud dinilai orangtua sebagai pencapaian dan apresiasi
Tari sebagai Ibu Rumah Tangga yang memiliki 3 anak juga mengungkapkan dengan adanya kegiatan wisuda sebagai orangtua merasa senang.
"Yang sekolah masih 2 orang. Anak yang mengikuti wisuda sebenarnya senang-senang saja. Karna memang kita buat kesan baik untuk ada menjelang berpisah dengan teman-teman semuanya. Termasuk pencapaian mereka lah disaat mereka untuk pertama kalinya berinteraksi dengan dunia luar yang tidak melibatkan sepenuhnya peran orangtua dan sebagai bentuk apresiasi saja untuk anak gitu," terangnya.
Dia mengakui dal pembahasan wisuda anak, dilibatkan oleh pihak sekolah terkait pendapat orangtua juga diikutsertakan.
"Kalau beban sih belum ya. Tapi itu lagi. Kondisi seseorang kan berbeda-beda. Kalau kakak gak termasuk beban. Malah antusias untuk wisuda," tuturnya.
Dia mengakui setuju dengan adanya kegiatan wisuda. Sebab, dinilai sebagai bentuk apresiasi pada murid TK/Paud.
"Setuju sih kalau untuk TK. Itu tadi. Apresiasi untuk anak karena sudah bisa berbaur dengan dunia luar. Apresiasi untuk anak yang perkembangannya juga semakin baik dan makin nambah ilmunya," pungkasnya.
Sementara itu, hal berbeda diungkapkan oleh Aan, dia mengatakan mendukung atas hadirnya kegiatan wisuda untuk TK/Paud.
Bapak satu anak ini mengatakan kegiatan wisuda tersebut sesuai dengan nilai sosial yang diterima murid.
"Karena menurut saya itu adalah achivement (pencapaian) untuk lulus dari angkatan sekolah," jelasnya.
Terkait biaya, Aan mengatakan layak. Sebab, biaya tergantung pada level angkatan sekolah anak.
"Untuk sekarang anak saya dengan biaya Rp250 ribu dan saya merasa tidak ada tekananan sosial," tutupnya.