Infografis pro-kontra wacana bansos korban judi online. (IDN Times/Mardya Shakti)
Judi online bisa menjadi toxic dan mengganggu keharmonisan keluarga. Bahkan, praktik ini pun dapat berimplikasi besar pada perceraian rumah tangga. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto Wardoyo mengatakan, judi online dapat merusak rumah tangga. Apalagi, pelaku judi online ini mayoritas adalah laki-laki.
“Judi online ini akan membuat perhatian kepala rumah tangga kepada anak istrinya menjadi terlena. Karena istri dan anaknya akan dicarikan rezeki dari spekulasi, yakni legal juga tidak, halal juga tidak. Mau jadi seperti apa keluarganya?” ungkapnya saat ditemui di kegiatan Hari Keluarga Nasional Ke-31 di Kota Semarang, Kamis (27/6/2024).
Menurut Hasto, tingginya angka perceraian saat ini juga dipicu dari cekcok kecil yang berkepanjangan.
‘’Saya yakin judi ini juga akan menimbulkan percekcokan dari yang kecil hingga besar di keluarga. Sebab, suami jadi melayang terus pikirannya. Berangan-angan tinggi tidak mendarat. Mosok kasih rezeki pada anak istrinya pakai yen ana, yen menang (kalau ada, kalau menang, red),’’ jelasnya.
Dengan demikian, konflik kecil-kecilan berkepanjangan tersebut akhirnya bisa menjadi penyebab perceraian. Menurut laporan Statistik Indonesia pada tahun 2023, angka perceraian tergolong tinggi. Tercatat ada 516 ribu perceraian dari 1,5 juta pernikahan di tahun tersebut.
Hasto menuturkan, pelaku judi ini mayoritas laki-laki, dan laki-laki ini kepala rumah tangga. Sehingga, judi online ini ancaman bahaya bagi keluarga, bahkan toksik di keluarga.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Nurul Aini menyebut untuk menyelesaikan masalah judi online perlu peningkatan literasi di masyarakat. Selain itu, pemerintah juga mesti tegas memberantas situs judi online.
"Judi online ibaratnya bisa main judi dalam genggaman tangan melalui HP. Nah itu tentu saja memang kemudian judi online akses ke masyarakat lebih luas," kata Nurul, Sabtu (29/6/2024).
Nurul juga mencontohkan di negara lain seperti Belanda judi online legal, meski begitu tidak semua orang bisa bermain. Mereka harus mengisi semacam risk assesment, orang yang tidak memenuhi kualifikasi main judi online ya tidak boleh main.
"Di masyarakat kita sayangnya platformnya ada, masyarakat bebas mengakses, dan karena bebas itu tidak diukur faktor risikonya. Mungkin ada masyarajat yang lebih rentan, yang kemudian mereka jadi terlibat judi online," ujar Nurul.
Melihat karakter judi online yang mudah diakses masyarakat tersebut, Nurul mengungkapkan untuk menyelesaikan judi online dari sisi masyarakat, mereka harus memiliki pengetahuan, literasi teknologi. "Terutama literasi digital, apakah aktivitas tertentu merupakan judi online atau game biasa. Masyarakat harus sadar," ungkap Nurul.
Selain itu, masyarakat juga harus memiliki kemampuan, kesadaran finansial. Hal tersebut penting untuk bisa mengontrol hal-hal yang sifatnya adiktif, yang bisa mempengaruhi ketahanan finansial keluarga atau individu.
Dari sisi pemerintah, Nurul menyebut pemerintah harus tegas melakukan pemblokiran situs judi online. Tidak boleh tebang pilih dalam penanganan kasus. Menurutnya penegakan hukum ini menjadi salah satu tantangan juga untuk memberantas judi online.
"Pemerintah harus tegas melakukan pemblokiran situs judi online, kalau judi online ilegal ya harus tegas semua diberantas. Harus bersih, tidak ada korupsi, kolusi nepotisme di dalam penanganan kasus judi online," ujar Nurul.
Nurul juga menyinggung faktor lingkungan juga mempengaruhi maraknya judi online. Terlebih di lingkungan yang menormalisasi atau menganggap judi online hal yang wajar. Padahal banyak masyarakat yang penghasilannya habis karena judi online, bahkan sampai berutang.
Dia juga menyebut judi online bisa memicu tindak kriminal. Banyak kejadian orang menghalalkan segala cara untuk tetap bisa main judi online. "Salah satunya dengan melakukan tindakan kriminal, untuk bisa meneruskan hobi kebiasaan judi," kata Nurul.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung (FISIP Unila), Teuku Fahmi mengatakan rencana pemerintah memberikan bansos untuk para korban judi online bukan solusi dan tidak akan serta merta direalisasikan.
"Bansos bukan solusi pemberantasan judi online. Pemerintah harus responsif dalam menyikapi beragam opini penolakan dari masyarakat atas isu pemberian bansos tersebut," ujarnya dikonfirmasi, Sabtu (29/6/2024).
Fahmi menegaskan, pemerintah selaku regulator berkewajiban memperhatikan proses pembuatan kebijakan ideal, dengan memastikan tahapan-tahapan formal mulai dari identifikasi permasalahan sampai dengan tahapan evaluasi. Pasalnya, kebijakan lahir melalui proses tahapan-tahapan tersebut bila dilaksanakan tepat dan benar, maka umumnya cenderung mudah diterima dan diimplementasikan masyarakat.
"Hal ini dikarenakan kebijakan yang lahir tersebut sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan dinamika sosial masyarakat atau pelibatan konteks situasional," ucapnya.
Menengok fenomena menjamurnya praktik judi online termasuk di Lampung, Fahmi menjelaskan, sedikitnya terdapat dua faktor bisa dijadikan referensi. Pertama, ada kesempatan ekonomi, ini akan diterima oleh pengguna saat memainkan menggunakan judi online.
"Para pengguna judi online mereka memiliki rasionalitas tersendiri dan meyakini bahwa dengan melakukan judi online, maka pundi-pundi rupiah akan mudah diperoleh," ucapnya.
Kedua, proses pembelajaran dan pengalaman, itu dikarenakan mempraktikan judi online cukup sederhana hingga menjadikan aktivitas tersebut menjadi langgeng untuk terus dilakukan.
"Seperti kita ketahui, pengguna hanya tinggal mengkoneksikan diri saja ke internet, maka aktivitas judi online sudah bisa dilakukan. Kemudahan ini jelas berbeda dengan judi konvensional," tambah dia.
Sejalan dengan faktor tersebut, Fahmi melanjutkan, penanganan jalur penegakan hukum terhadap judi online tetap menjadi kerangka atau pendekatan utama dalam rangka mencegah dan menghentikan salah satu penyakit sosial tersebut. Dalam hal ini, Polri harus punya tekad kuat dan tak pandang bulu dalam membongkar praktik judi online ini.
"Saya kira, Polri akan mampu menjalankan fungsinya tersebut, tinggal mau mengeksekusi ya atau tidak saja. Bahkan presiden mulai mengkomandoi upaya penanganan dan pemberantasan judi online dengan membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online," ucapnya.
Fahmi menyebut, poin penting lain dalam upaya penanganan ialah keterlibatan para pihak dalam upaya pengendalian dan pencegahan judi online juga perlu dioptimalkan. Misalnya, Kominfo harus terus melakukan pemutusan dan pemblokiran konten digital terafiliasi judi online dan peran media massa mengedukasi masyarakat mengenai bahayanya judi online.
"Perlu juga pendekatan kontrol sosial informal dalam suatu kelompok masyarakat. Dengan itu, diharapkan mampu menghindarkan seseorang terjerat atau menjadi pelaku judi online. Salah satu contoh kontrol sosial informal, seperti penciptaan lingkungan sosial atau tempat tinggal ramah bagi semua orang. Ini dapat dimulai dari lingkungan terkecil yakni, keluarga," sarannya.